Jakarta, Aktual.com – Syekh Ibnu Athaillah Assakandary berkata: “Min alâmati Al-I’timâd ala Al-Amal, nuqshân Arraja ‘inda wujûd Azzalal”. Diantara tanda seseorang bergantung pada amalnya adalah berkurangnya rasa pengharapan kepada Allah Swt ketika terjadi kesalahan atau dosa.

Dalam kita melakukan ketaatan kepada Allah Swt, kadang kala kita selalu melihat ketaatan itu dari sebuah bentuk amal yang telah kita lakukan, sehingga saat ketaatan itu hilang atau berkurang, kita merasa bahwa rahmat dan perhatian Allah Swt. sedang menjauh dari diri kita.

Syahid Al-Minbar Syekh Ramadhan Al-Buthy (seorang ulama Sunni terkemuka dari Suriah) dalam sebuah majelis Al-Hikam yang rutin beliau lakukan mengingatkan agar hendaklah kita tidak bergantung pada amal perbuatan dalam setiap ketaatan yang kita lakukan, “Hendaklah engkau menjauhi sikap bergantung pada amal yang engkau lakukan seperti sodaqoh, puasa dll. Dan hendaklah kita menggantungkan keyakinan kita hanya kepada cinta, anugerah, dan ridho Allah Swt.”

Ini sesuai dengan apa yang disampaikan Rasulullah Saw yang diriwaykan oleh Imam Al-Bukhori dalam Kitab Shahihnya. Rasulullah Saw bersabda:

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ

Artinya: “Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816)

Dari hadis ini kita dapat mengambil pelajaran, bahwa sesungguhnya amal bukanlah sesuatu yang akan memberikan garansi kepada kita untuk masuk ke dalam surga-Nya Allah Swt. Surga akan diberikan kepada meraka yang Allah Swt ridhoi dan kehendaki. Itulah mengapa setiap selesai melakukan shalat, kita biasa membaca doa:

اَلَّلهُمَّ إِنَّا نَسْئَلُكَ رِضَاكَ وَ اْلجَنَّةَ

Artinya: “Ya Allah! Aku meminta ridho dan surgmu.”

Mendahulukan ridho Allah Swt kemudian surga-Nya merupakan bentuk dari ketawakalan dan kepasrahan kita kepada-Nya. Dan hal ini merupakan pondasi akidah Islam yang penting, dimana setiap mu’min yang beramal dengan berpegang teguh dan hanya mengharapkan ridho dari Allah Swt merupakan seorang yang bertauhid dengan sebenar-benarnya. Karena hakikatnya, dengan sikap seperti itu, ia melepaskan semua ketergantungannya kepada selain Allah Swt.

Barang siapa yang menggantungkan keyakinannya pada makhluk, termasuk di dalamnya adalah amal, maka ketika ia mendapatkan kesusahan, bencana, atau ketika ia melakukan maksiat, ia akan menjadi pesimis dan putus asa. Sebaliknya, jika hanya Allah Swt tempat bergantung, maka segala bentuk ketaatan atau dosa yang dia lakukan, tidak akan pernah menjadikan pengharapannya kepada Allah Swt berkurang.

Syekh Yusri Rusydi Sayyid Jabr Al-Hasani rahimahullah ketika menjelaskan perkataan Ibnu Athailllah ini menambahkan, “ Janganlah harapanmu kepada Allah Swt lenyap karena rasa takutmu saat melakukan ketaaatn, dan janganlah harapanmu berkurang dan rasa takutmu menghilang tatkala engkau melakukan kemaksiatan.”

laporan: Mabda Dzikara

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid