Kuasa hukum pasangan calon gubernur nomor urut 5 Muzakir Manaf-TA Khalid, Yusril Ihza Mahendra (tengah), menggelar konferensi pers menyikapi perkembangan politik pilkada Aceh di Jakarta, Rabu (8/3/2017). Kepada wartawan Yusril menyatakan, Penerapan Pasal 158 UU Pilkada di Aceh dinilai menyebabkan kliennya Muzakir Manaf-TA Khalid dirugikan, menurutnya di Aceh seharusnya berlaku pasal khusus yang mengatur pilkada di Aceh, yaitu pasal 74 UU Aceh, bukan pasal 158 UU Pilkada. Untuk itu, ia berencana akan mengajukan keberatan ke MK. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan bahwa pembubaran organisasi masyarakat (ormas) yang sepihak oleh pemerintah merupakan gaya otoritarian yang pernah menjadi sejarah kelam Republik Indonesia.

Tapi ada dua partai politik yang pernah dibubarkan pada masa Soekarno, yaitu Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Bahkan, Masyumi merupakan partai politik yang masuk dalam 4 besar pada Pemilu 1955.

“Pengalaman kita pada masa lalu, ormas bisa dibubarkan kapan saja, bahkan partai politik ada yg pernah dibubarkan Soekarno pakai Keppres, yaitu PSI dan Masyumi,” terang Yusril di kantornya yang berlokasi di Jakarta Selatan, Selasa (23/5).

Menurut Yusril, cara yang dipakai Soekarno tidak memiliki landasan yang kuat karena membubarkan parpol hanya melalui Keputusan Presiden (Keppres). Pembubaran ormas atau parpol, lanjutnya, hanya dapat dilakukan melalui proses pengadilan.

“Kata Mohammad Roem (tokoh Masyumi), Masyumi seperti dikasih pistol, lalu disuruh menembak diri sendiri,” kisahnya.

Ia pun mencibir Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie, yang berpendapat bahwa pembubaran HATI dapat dilakukan hanya berdasar Keppres saja.

“Pak Jimly bilang kalau HTI dibubarkan saja pakai Keppres, nah itu sama saja kayak Soekarno,” kritik Ketua Partai Bulan dan Bintang (PBB) ini

Yusril pun berharap agar pemerintah saat ini dapat belajar dari kesalahan masa silam agar kejadian yang pernah terjadi tidak terulang. Menurutnya, sangat bodoh jika negara ini tidak dapat belajar dari dosa masa lampau.

“Jangan hal-hal seperti itu terulang lagi dalam pemerintahan Jokowi,” pungkasnya.

Laporan: Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan
Editor: Andy Abdul Hamid