Jakarta, Aktual.com – Kalangan investor yang berinvestasi di cryptocurrency atau mata uang digital seperti Bitcoin, Monero, Ethereum dan Litecoin diminta harus hati-hati. Pasalnya, tak cuma berpotensi bermasalah dari sisi investasi, sebab di Indonesia belum dianggap mata uang, tapi juga uang digital ini dianggap mengandung virus malware.

Memang cryptocurrency sejauh ini di tahun 2017 mengalami kenaikan yang luar biasa. Di awal tahun nilainya setara US$ 1,000 tapi saat ini sudah senilai US$ 17,000 dalam satu kepingnya.

Tapi menurut perusahaan teknologi keamanan jaringan dan Endpoint, Sophos menyebut, dari peredaran uang elektronik itu di dunia maya ternyata banyak yang memanfaatkannya untuk mendapatkan keuntungan finansial melalui perangkat lunak yang bersifat jahat atau parasit.

“Cirinya, ketika pengguna masuk ke suatu situs web untuk mengakses cryptocurrency itu, komputer pengguna mulai melambat dan kipas berputar dengan kencang karena temperatur naik, ini karena daya komputer dimanfaatkan untuk menambang cryptocurrency tanpa seizin pemiliknya,” ungkap CTO Sophos, Joe Levy, dalam keterangan yang diterima, Minggu (24/12).

Biasanya, program penambang yang resmi meminta persetujuan pengguna untuk dijalankan. Tapi penambang berbahaya tidak meminta izin tersebut, melainkan diam-diam bekerja di balik layar. Mereka berwujud script yang disembunyikan di situs-situs web, menambang cryptocurrency ketika pengguna membuka situs lainnya.

“Salah satu contoh dari penambang jahat ini adalah Coinhive, sebuah penambang mata uang Monero yang muncul di pertengahan bulan September ini. Jumlah situs yang diam-diam ditunggangi oleh penambang ini terus meningkat di minggu-minggu terakhir, seiring dengan kenaikan nilai mata uang digital yang luar biasa tersebut,” katanya.

Karena sifatnya yang mirip parasit, dia menambahkan, Sophos sudah menandai Coinhive dan penambang crypto lain yang berbasis JavaScript sebagai malware, dan akan diblok ketika pengguna memasuki situs yang memuat penambang tersebut.

“Jika sebuah perangkat lunak berjalan tanpa ijin dari penggunanya, maka ia digolongkan sebagai parasit, dan harus dikategorikan sebagai malware karena tidak ada kategori ‘parasiteware’. Jika sebuah perusahaan memang mau mendonasikan kekuatan proses CPU/GPU mereka, dan proses penambangan berjalan dengan lebih resmi dan mudah dikenali/dibedakan antara yang resmi dan yang tidak, maka kita bisa meninjau ulang lagi klasifikasinya agar lebih spesifik,” papar dia.

Pewarta : Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs