Jakarta, Aktual.com – Anggota tim kunjungan kerja spesifik Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan, kelebihan kapasitas (Over Capacity) lapas disebabkan banyaknya warga binaan narkoba yang menempati binaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Hal itu dikatakannya, saat mengikuti jalannya Rapat Koordinasi Komisi III DPR RI bersama Jajaran Aparat Penegakan Hukum Provinsi Kalimantan Selatan yang berlangsung di Ruang Aula Bhayangkari Mapolda Kalimantan Selatan, Jumat (26/5).

Menurut Wihadi, dari banyaknya warga binaan narkoba di lapas sehingga menyebabkan over capacity lapas perlu dicari akar permasalahannya, apakah hal ini disebabkan memang naiknya angka pengguna dan pengedar narkoba atau apakah dikarenakan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang tidak bisa menanggulangi permasalahan narkoba di Provinsi Kalimantan Selatan.

“Ataukah dari pihak kepolisian yang terlalu bersemangat menangkap yang namanya pengguna menjadi pengedar. Ataukah memang kondisi lapas yang sebenarnya tidak siap untuk menerima pengguna narkoba yang ada di Indonesia saat ini. Kita datang kesini untuk mencari permasalahan dan mencari solusinya. Jadi dari semua permasalahan ini ada keputusan kita nantinya, apakah memang harus membangun lapas baru atau harus menekan penggunanya,” kata Politisi Partai Gerindra tersebut.

Ia menambahkan, dari data yang disampaikan para aparat penegak hukum di Provinsi Kalimantan Selatan, bahwa dari tahun ke tahun kasus narkoba mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Entah kenaikan dari sisi pengguna maupun pengedar.

Namun, Wihadi menjelaskan ada hal lain yang cukup menarik di Provinsi Kalimantan Selatan ini, yaitu tingkat pengedar narkoba yang jumlahnya lebih besar daripada tingkat pengguna. Hal ini cukup mengherankan. “Bagaimana bisa jumlah pengedar lebih banyak dibanding pengguna, mengingat tidak mungkin hal tersebut terjadi. Tidak mungkin lebih banyak membuka toko jika tidak ada customer yang semakin membludak,” kata dia.

Ternyata, lanjut Wihadi, hal itu dikarenakan para pengedar narkoba menyusur kepada para pekerja tambang yang tidak terdeteksi. “Berarti kalau kita lihat dengan kondisi pengedar yang banyak, penggunanya juga banyak dan tidak terdeteksi,” jelasnya.

Apalagi, sambungnya, mereka mendistribusikannya ke pekerja tambang di daerah pelosok yang tidak terdeteksi oleh BNN maupun oleh polisi.

“Nah ini yang mesti harus kita cari dimana permasalahannya pengedaran itu. Ini kan hanya di permukaan saja, apakah di dalamnya masih ada yang seperti itu. Inilah yang menjadi permasalahannya,” kata Wihadi.

laporan: Nailin in Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid