Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung tidak mau terburu-buru menyimpulkan hasil pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran etik dan disiplin jaksa dalam kasus dugaan suap ke pejabat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) R Widyo Pramono mengatakan, pihaknya akan menunggu perkembangan hasil penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pun terkait pemeriksaan Kajati DKI Jakarta, Sudung Situmorang.

Pasalnya, menurut dia agar kesimpulan dugaan pelanggaran etik dan disiplin oknun jaksa Kejati DKI Jakarta ini, tidak bertentangan dengan hasil penyidikan KPK.

“Tentu kita menghormati hasil pemeriksaan yang dilakukan KPK. Untuk substansi dari pemeriksaan itu, untuk sementara saya belum bisa sampaikan,” kata Widyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (7/4).

Selain itu, tim independen yang diketuai oleh Sesjamwas Jasman Panjaitan belum memeriksa tiga tersangka dalam kasus suap tersebut.

“Karena mesti harus disinkronkan dengan hasil pemeriksaan yang lain. Tunggu saatnya, pada hasil akhir nanti kita mendapatkan satu kesimpulan, itu yang akan kita publisir seperti ini,” ujarnya.

Meski begitu, lanjut Widyo, Kejagung bisa saja lebih dahulu menyampaikan hasil pemeriksaan tentang dugaan pelanggaran kode etik dan disiplin jaksa ini. Namun, hingga saat ini pemeriksaannya belum rampung.

“Ya bisa itu. Kami kan still doing on, still process. Untuk pemeriksaan itu, ya tunggu lah hasilnya,” tandas mantan jaksa agung muda pidana khusus ini.

Terkait kasus dugaan suap penghentian penyelidikan perkara tindak pidana korupsi PT Brantas Abipraya yang sedang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, KPK sempat memeriksa Kajati DKI Jakarta, Sudung Situmorang, dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Tomo Sitepu, setelah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Pasalnya, KPK menemukan bukti dugaan keterlibatan mereka.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan 3 orang tersangka selaku penyuap, yakni
Sudi Wantoko selaku Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya, Dandung Pamularno selaku Manager Pemasaran PT Brantas Abipraya, serta Marudut Pakpahan dari pihak swasta.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangka ketiganya secara alternatif melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Atau, Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 53 KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby