Jakarta, Aktual.com – Pengamat Hukum dan Pemilu, Syamsuddin Radjab angkat bicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi tentang verifikasi partai politik dan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2019.

Meskipun sudah terbit putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017 (verifikasi faktual parpol) dan No.14/PUU-XI/2013 (penyelenggaraan Pemilu 2019), ia berpendapat bahwa MK cenderung main tarik ulur waktu dalam mengeluarkan dua putusan tersebut.

“Apabila dicermati dari sisi waktu sejak penerimaan berkas permohan kedua putusan itu, tergambar mengulur waktu karena baru dibacakan saat sedang tahapan pemilu,” jelas dia pada sebuah diskusi bertajuk ‘Verifikasi dan Kerumitan Tiap Pemilu’ di Jakarta, Sabtu (20/1).

Diberitakan sebelumnya, tiga partai politik, yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Islam Damai Aman (Idaman) dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) melayangkan uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Agustus 2017.

Gugatan ini terfokus pada Pasal 173 ayat 1 dan 3 UU Pemilu. Namun, MK baru membacakan putusannya pada 11 Januari 2018 lalu, atau selang lima bulan setelah gugatan diajukan.

Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017 menyebutkan bahwa semua parpol peserta pemilu 2019 baik parpol lama maupun baru harus diverifikasi ulang.

Lebih lanjut, Syamsudin pun berharap agar putusan MK dapat dilaksanakan oleh KPU dan segenap elemen lainnya. Sebab jika tidak dilaksanakan, hal ini dikatakannya merupakan sebuah pelanggaran pidana, sesuai dengan ketentuan Pasal 476 sampai Pasal 554 UU Pemilu.

“Verifikasi apabila tidak dilaksanakan dapat berakibat hukum,” tutupnya.

 

Pewarta : Teuku Wildan A.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs