Denpasar, Aktual.com – ‎Eksekusi mati jilid III di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah dijalankan. Dari 14 daftar pidana hukuman mati, Merry Utami (MU) termasuk dalam daftar tersebut. Empat di antaranya telah dieksekusi mati pada Jumat dinihari.
Koordinator Badan Persiapan Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) Provinsi Bali, Retno Dewi menuturkan, MU adalah perempuan asal dari Sukoharjo, Jawa Tengah. Dia adalah korban kekerasan dalam rumah tangga yang kerap kali dilakukan oleh suaminya.
“MU dipaksa oleh suaminya untuk bekerja di luar negeri menjadi buruh migran/ TKI dan menjadi tulang punggung keluarga. Setelah bekerja dua tahun, MU memilih untuk berpisah dengan suaminya,” papar Retno Dewi, Sabtu (30/7).
Ia melanjutkan, pada tahun 2001, MU pergi ke Jakarta untuk melakukan proses kerja di Taiwan yang kedua kalinya. Di Jakarta, MU berkenalan dengan seorang warga Kanada dan membawanya jalan-jalan ke Nepal.
“Di Nepal MU dijebak oleh sindikat narkoba dengan modus dititipkan tas berisi 1,1 Kg heroin tujuan ke Jakarta. Sampai di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, MU ditangkap karena kedapatan membawa heroin  dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 2002 oleh Pengadilan Negeri Tanggerang,” papar Retno. Saat ini, MU tengah menunggu giliran untuk dieksekusi oleh regu tembak di Lapas Nusa Kambangan, Cilacap.
Bagi Retno nasib MU tidak berbeda dengan nasib Marry Jane, buruh migran asal Filipina yang merupakan korban perdagangan manusia dan korban sindikat narkoba. Pun  tidak berbeda dengan para buruh migran yang akan dieksekusi mati di luar negeri. “Mereka adalah perempuan-perempuan berasal dari pedesaan yang mencoba mencari penghidupan bagi  keluarganya dengan menjadi buruh migran di luar negeri,” katanya.
Sulitnya  akses untuk mendapatkan pekerjaan di Tanah Air, kemudian upah yang rendah di kampung halaman, membuat perempuan di desa memilih bekerja di luar negeri. Akses informasi yang tidak mudah didapatkan di desa menjadi ajang paro calo perdagangan manusia menjebak perempuan desa.
“‎Catatan terakhir yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri masih ada 229 lebih buruh migran Indonesia yang menghadapi hukuman mati di luar negeri,” urai Retno.
Atas situasi tersebut, Seruni bersikap tegas menolak pelaksanaan hukuman mati kepada Merri Utami (MU) dan kepada buruh migran lainnya. “Seruni menuntut kepada Pemerintahan Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo untuk memberikan Grasi kepada Merri Utami (MU),” tegas Retno. Sebagai gerakan nyata atas hal tersebut, Retno mengaku Seruni telah menggalang tanda tangan petisi di dalam dan di luar negeri.
“‎Kita sudah menggalang tanda tangan petisi secara nasional baik anggota Seruni atau organisasi/lembaga yang lain yang ada di Bali dan nasional. Petisi tersebut juga ditandatangani oleh organisasi buruh migran di Hong Kong. Nanti akan kita kirimkan kepada Presiden Jokowi,” tutup dia. (Bobby Andalan)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid