Jakarta, Aktual.com – Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Madey menyebut kondisi perekonomian Indonesia sedang dalam keadaan yang tidak biasa. Tingkat daya beli dan pertumbuhan ritel yang terbilang rendah menjadi dua variabel utama yang diperhatikan oleh Roy.

Dua variabel tersebut bertolak belakang dengan kondisi ekonomi makro di Tanah Air.

“Sekarang bertolak belakang (dengan makro). Istilah kami itu anomali ekonomi,” kata Roy saat dihubungi Aktual.com di Jakarta, Selasa (26/9).

Dalam tataran makro, Roy menyebut jika kondisi ekonomi Indonesia masih dalam kondisi yang baik. Namun, ia menjelaskan jika keadaan tersebut tidak ditemui dalam tataran ekonomi mikro.

“Kalau saya lihat semua indikator ekonomi bagus, pertumbuhan ekonomi kita 5,02 persen, inflasi masih terkontrol yakni 4 persen, masih di bawah 5 persen dibandingkan dengan 2015 yang sampai 8 persen,” paparnya.

Tidak hanya itu, Roy juga menyebut Kredit Anggunan Rumah (KAR) dan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) tidak dalam kondisi terbilang baik. Berdasar catatan OJK, NPL perbankan pada Juli 2017 mencapai 3 persen, sedangkan penyaluran KAR pada April 2017 tumbuh hingga 18 persen jika dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.

Sayangnya, kredit minimal yang digelontorkan perbankan di tanah air disebut Roy justru tidak dibarengi dengan terbukanya lapangan kerja di sektor formal. Hal ini, jelasnya, berdampak pada pekerjaan informal, khususnya pengemudi ojek online, menjadi profesi yang merebak dalam beberapa tahun belakangan.

“Lapangan pekerjaan yang riil minim, akhirnya masyarakat yang usia produktif masuk ke lapangan kerja informal,” ucapnya menyudahi.

Berbalik dengan tataran makro, tataran ekonomi mikro atau sektor riil justru tersendat. Industri ritel misalnya, pertumbuhannya pada tahun ini tidak mencapai 4 persen, yakni 3,9 persen pada kuartal I 2017 dan 3,7 persen pada kuartal selanjutnya.

Angka ini sangat jauh jika dibandingkan dengan kuartal yang sama pada 2016, di mana ritel masih tumbuh sebesar 11,3 persen pada kuartal I 2016 dan 9,2 persen pada kuartal II 2016.

Kondisi stagnan pun terjadi dalam tingkat konsumsi masyarakat. Berdasar data BPS, konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 hanya tumbuh sebesar 4,95 persen atau melambat jika dibandingkan triwulan yang sama pada 2016, yaitu 5,04 persen. Hal ini turut memperburuk kelesuan ekonomi di tanah air pada semester pertama 2017.

 

Laporan Teuku Wildan.

Artikel ini ditulis oleh: