Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kanan) berbincang dengan Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati (kiri) pada seminar nasional kajian tengah tahun Indef 2016 di Jakarta , Rabu (27/7). Seminar yang bertema Evaluasi Paket, Evaluasi Ekonomi tersebut membahas tentang perjalanan ekonomi Indonesia selama separuh tahun 2016 termasuk capaian dan kekurangannya. ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Indef, Enny Sry Hartati menyebut peningkatan pembiayaan anggaran setiap tahunnya membuat pemerintah melakukan utang baru. Hal ini terjadi karena memang pemerintah mendesain defisit anggaran.

“Padahal kemampuan pemerintah dalam menjaga risiko fiskal sangat rendah. Sehingga dengan tingginya defisit anggaran itu telah membuat utang menjadi beban anggaran selanjutnya dan menciptakan risiko baru di makro ekonomi,” kata Enny dalam evuasi tiga tahun pemerintah Jokowi-JK, di Jakarta, Rabu (18/10).

Apalagi dalam dua tahun terakhir, kata dia, realisasi defisit anggaran melebihi target. Masing-masing Rp76 triliun atau naik 34 persen dari target di 2015 dan naik Rp4 triliun atau 4 persen di atas target.

“Kondisi tersebut membuat defisit APBN melonjak dari 1,9 persen menjadi 2,59 persen di 2015 Sedang di 2016, naik dari 2,35 persen menjadi 2,49 persen. Dan di tahun ini lebih menakutkan lagi karena defisit APBNP 2017 dipatok 2,92 persen,” papar dia.

Dengan kondisi defisit yang seperti itu, pemerintah akan terus terus menumpuk utang baru. Apalagi klaim pemerintah rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih di bawah 30 persen.

“Namun nyatanya rasio lainnya cukup mengkhawatirkan. Seperti rasio pembayaran bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat mencapai 10 persen,” jelas dia.

Dan tahun depan, pembiayaan utang akan mrncapai Rp399 triliun. Tapi sayangnya, Silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) masih cukup tinggi.

“Pada 2015 dan 2016, Silpa rata-rata di atas Rp20 triliun atau 6 persen dari utang yang ditarik. Artinya utang jadi tak produktif. Dan jelas tak sepenuhnya buat infrastruktur,” kata Enny.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka