Kuasa hukum Pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang Yusril Ihza Mahendra memberikan keterangan terkait kisruh dengan Pemprov DKI Jakarta terkait pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang di Jakarta, Selasa (3/11). PT Godang Tua Jaya dan PT. Navigat Organic Energy Indonesia yang mengelola sampah DKI Jakarta di Bantar Gebang berharap dapat segera berdialog dengan Pemprov DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan pengelolaan TPSP Bantar Gebang tanpa harus melalui proses hukum di pengadilan. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc/15.

Jakarta, Aktual.com – Persidangan perkara korupsi pengelolaan dana pensiun (dapen) PT Pertamina (Persero) dengan terdakwa Edward Seky Soeryadjaya (ESS) diwarnai aksi meninggalkan ruang persidangan dari tim kuasa hukum. Pasalnya, tim kuasa hukum menganggap majelis hakim telah mengabaikan keberatan yang mereka ajukan.

Tim kuasa hukum yang diketuai Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan ada tiga alasan pihaknya ogah mengikuti proses persidangan. Pertama, terkait dasar hukum pemanggilan terdakwa dan saksi-saksi.

“Dalam surat panggilan dikatakan bahwa terdakwa Edward dipanggil untuk perkara tindak pidana PT Pertamina Transkontinental, yaitu perkara nomor 09/Pidsus/Tpk/2018/PN.JKT.PST. Sedangkan perkara saat ini adalah perkara dengan nomor 34/Pid.Sus/Tpk/2018/PN.JKT.PST. Perkaranya bukan perkara PT Pertamina Transkontinental, tapi perkara korupsi dana pensiun Pertamina,” kata Yusril di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, (4/7).

Menurutnya, saksi yang dipanggil pada sidang hari ini bukan pada perkara Edward, tapi perkara lain dengan terdakwa orang lain. Tim kuasa hukum merasa keberatan akan hal itu karena KUHAP jelas mengatakan bahwa JPU berkewajiban untuk memanggil terdakwa, saksi pada tanggal, hari, jam persidangan dan dalam perkara apa dia didakwa dalam pengadilan. Menurut Yusril, pemanggilan tersebut melanggar pasal 146 KUHAP.

“Itu adalah kesalahan pemanggilan, kami hadir di sini tidak untuk menghadiri pemanggilan ini,” kata Yusril.

Kedua, lanjutnya, mengenai saksi-saki yang dihadirkan JPU hari ini sama sekali tidak pernah diperiksa untuk tersangka Edward. Mereka diperiksa untuk orang lain, padahal BAP itu milik orang lain dan tidak bisa digunakan untuk Edward.

Anggota tim kuasa hukum Edward, Charles mengungkapkan tiga saksi yang dihadirkan dalam persidangan diperiksa dengan sprindik nomor 56. Sementara 5 saksi diperiksa dengan Sprindik nomor 55. Padahal berkas perkara hanya memuat satu sprindik, yakni nomor 55 yang berubah menjadi 56. Padahal Edward ditetapkan sebagai tersangka berdasar sprindik nomor 93. Sedangkan para saksi tidak pernah diperiksa dengan sprindik nomor 93.

Selain itu, panitera hingga saat ini belum menyerahkan salinan putusan sela kepada pihaknya. Padahal pihaknya mengaku berencana membuat memori banding atas putusan sela, tapi tidak memiliki bahan pertimbangan karena pengadilan belum menyerahkan salinan putusan.

“Andaikata pengadilan tinggi memutuskan menerima keberatan kami, sidang ini harus dihentikan. Karena itu kami keberatan sidang ini dilanjutkan sebelum hak kami mengajukan memori keberatan dapat kami lakukan,” ujar Yusril.

Ketiga, lanjutnya, pihaknya memiliki hak untuk melakukan perlawanan terkait putusan pengadilan/putusan sela yang menolak keberatan diajukan. Pihaknya mengganggap hal ini merupakan persoalan sangat prinsipil.

“Perkara Pak Edward sudah diputuskan pada pra peradilan Jakarta Selatan, dikabulkan. Diminta supaya perkara ini dihentikan dan dicabut dari register perkara. Tapi kemudian oleh jaksa ngotot dilanjutkan,” jelasnya.

Pihaknya pun telah menyampaikan dalam nota keberatan, tapi hakim dengan simplistik mengatakan ini merupakan perkara korupsi, sedangkan pra peradilan itu masalah formil, jadi dilewatkan begitu saja. Padahal putusan pra peradilan itu adalah putusan pengadilan yang harus dihormati oleh semua pihak.

“Kalau sudah seperti ini, pengadilan jadi kacau balau. Jaksa ngotot mengadili suatu perkara yang oleh PN Jaksel dikatakan sudah dibatalkan, Hakim ngotot mengadili bahwa ini soal formil saja. Kami mengajukan keberatan, kami melakukan walk out,” tegasnya.

Terkait langkah selanjutknya, pihaknya akan mengadukan perkara ini ke polisi, baik jaksa agung sebagai satu kesatuan maupun hakim. “Mau-tidak mau jaksa dan hakim akan kami laporkan ke polisi. Karena jelas itu ada pasal yang dilanggar dalam KUHP. Kedua kita laporkan majelis hakim ini ke polisi, karena ada pasal-pasal KUHP yang dilanggar terhadap perkara yang diputuskan pengadilan dan inkrah perkaranya dibatalkan namun tetap diteruskan untuk diadili,” kata Yusril.

Menurutnya, Putusan praperadilan merupakan putusan pengadilan Jakarta Selatan. Putusan dianggap benar/sah dan berlaku sebelum dibatalkan oleh putusan yang lain.

“Ini tidak ada putusan yang membatalkan putusan pengadilan Jaksel,” jelasnya.

Terkait hal tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tas Arifin mengatakan bahwa pihaknya akan menyesuaikan dengan keinginan tim penasehat hukum dengan menghadirkan saksi sesuai dengan sprindik 93 pada sidang berikutnya.

“Keberatan itu hal yang biasa. Kami sudah menghadirkan saksi-saksi yang diminta oleh majelis hakim. Saksi ini sudah tertuang dalam BAP, bukan berkas orang lain, tapi berkas Edward sendiri. kami tidak ada salahnya,” tegasnya.

Terkait keberatan soal pra peradilan, menurutnya hal tersebut bukan ranahnya sekarang, persoalan itu sudah selesai. “Sekarang ini adalah pembuktian dari perkara pokok,” ujarnya.

Sedangkan terkait upaya pelaporan ke Kejagung, dirinya mengatakan bahwa semua yang dilakukan saat ini sudah sesuai dengan aturan/koridir.

“Perkara ini sudah teregister. Pimpinan sudah tahu. Proses ini masih berjalan dengan UU yang berlaku,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka