Kalau menelisik tiga dokumen yang ditadatangani Presiden Jokowi dan Presiden Xi Jinping Minggu (14/05), pembangunan infrastruktur masih tetap mendominasi kerjasama kedua negara. Salah satu sektor yang menandai keunggulan ekonomi Cina terhadap Amerika Serikat dalam beberapa tahun belakangan ini. Sebuah warning kepada AS bahwa Cina secara geopolitik sudah bergeser ke Asia Pasifik. Utamanya Indonesia. 

 

Kunjungan Presiden Jokowi ke Cina, kembali jadi sorotan. Sebab kali ini dipenuhi sejumlah pertemuan bilateral terkait kerjasama ekonomi yang bermuara pada ditandantaganinya tiga dokumen kerjasama. Dokumen yang terkait dengan Plan of Action untuk 2017-2022.

 

Adapun tiga dokumen kersama yang ditandangani adalah, dokumen mengenai kerja sama ekonomi teknis, berupa hibah sekitar Rp150 miliar untuk membiayai studi tapak terkait pembangunan infrastruktur. Dokumen mengenai kesepakatan pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Serta dokumen  mengenai kesepakatan pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung

 

Kalau menelisik ketiga dokumen tersebut, nampaknya cukup strategis mengingat kedekatan RI-RRC sejak era pemerintahan Jokowi-JK. Apalagi dalam tiga dokumen yang ditandangani di hari kedua kunjungan Jokowi ke Cina hari Minggu (14/05), pembangunan infrastruktur sepertinya menjadi tumpuan strategis kerjasama kedua negara.

 

Bagi Cina, memang di sinilah salah satu keunggulan Cina dibandingkanh Amerika Serikat. Sebagai perbandingan dengan negara lain, kedigdayaan Cina di bidang ekonomi terlihat ketika perusahaan Cina menjadi operator strategis Pelabuhan Gwadar yang terletak di dekat Selat Hormuz serta merupakan pelabuhan paling sibuk untuk jalur pelayaran minyak, sejak Februari 2013.

 

Cina menanamkan investasi sebesar US $ 250 juta untuk mengambil alih operasional perusahaan dalam rangka meraih keuntungan yaitu mengurangi biaya pengiriman barang dari Cina ke Timur-Tengah dan Afrika.

 

Maka, kerjasama strategis RI-RRC seperti yang ditandatangani hari ini, bisa diartikan sebagai langkah Cina untuk memberkan warning atau peringatan kepada AS bahwa geopolitik utama Cina telah dialihkan ke kawasan Asia Pasifik, utamanya Indonesia.

 

Kalau menelisik perekonomian CIna sejak 2012 lalu, seperti pernah dilansir  Harian berbahasa Mandarin, Yinni Xingzhou Ribao, nvestasi langsung Cina ke luar negeri (merger dan akuisisi) di sektor non finansial mencapai US $ 62,5 miliar (naik 25%), proyek kontrak di luar negeri sebesar US $ 102,4 miliar (naik 18,7%) dan jumlah kontrak baru sebesar US $ 128,8 miliar (naik 12,9%).

 

Prediksi dari Bank Dunia menggambarkan bahwa di tahun 2020 Cina akan mampu menggeser posisi AS. Jika pola ini berlanjut di tahun 2050, Cina akan menjadi negara hegemonik baru di dunia internasional.

 

Hendrajit