Gedung yang hanya terletak sekitar 300 meter dari gedung lama tersebut rencananya akan mulai ditempati akhir 2015 atau awal 2016 tergantung penyelesaian dan kesiapan gedung yang memiliki tinggi 16 lantai. Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memantau pembagian keuntungan di 15 blok Minyak dan Gas Bumi (Migas) di tanah air. Pasalnya, dalam pembagian hasil itu tidak dilandasi semangat sebagaiman tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945.

Demikian disampaikan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan,  di gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/1).

Ia menjelaskan, meski KPK mengetahui dalam pengoperasian blok Migas tersebut terdapat andil swasta, namun pembagian hasil harus didasari semangat mensejahterakan masyarakat sekitar.

“15 blok Migas itu setahu kita sudah bentuk perusahaan-perusahaan patungan dan KPK bersurat. Dan KPK minta supaya kembali semangat semula untuk memberikan Pemerintah Daerah manfaat dari blok Migas,” kata dia.

Bidikan KPK, tutur dia, bukan tanpa fakta. Seperti halnya kesepakatan pembagian hasil di Madura offshore. Lembaga superbody menemukan adanya ketidakpatuhan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Padahal seharusnya, sambung dia, pemerintah setempat bisa menekan pihak swasta untuk tidak menyetujui persentase pembagian hasil tersebut.

“Contoh Madura offshore, Jawa Timur dan Sumenep. Patungan swasta 24,5 Jatim, 24,5 Sumenep dan 51 swasta. Jadi PP harusnya 10 persen, tapi 50 persen ke Pemda,” jelasnya.

Tak hanya itu, untuk khusus pembagia hasil ini Agus Rahardjo Cs juga telah merekomendasikan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM untuk merevisi Pasal 3 dan 34 dalam PP Nomor 34 Tahun 2004 itu.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby