Jakarta, Aktual.co —   Pakar pertembakauan menilai sikap Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menghapus industri hasil tembakau sebagai industri strategis nasional dinilai telah mencederai program Nawa Cita yang diusung Jokowi-JK. Pasalnya, Kemenperin tidak memasukkan industri hasil tembakau (IHT) sebagai salah satu industri strategis nasional dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RPP RIPIN).

Pakar pertembakauan Profesor Kabul Santoso menilai bahwa salah satu agenda Nawa Cita adalah membangun industri yang tangguh dan berdaya saing untuk mewujudukan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

“IHT yang merupakan salah satu industri nasional strategis justru tidak dilindungi Pemerintah. Apakah Menperin Saleh Husin sudah lupa dengan agenda Nawa Cita yang diusung Jokowi-JK?,” tanya mantan Rektor Universitas Jember ini di Jakarta, ditulis Kamis (12/3).

Menurutnya, RPP RIPIN yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian berada di bawah Kementrian Perindustrian seharusnya justru berjuang untuk mempertahankan IHT.

“Sejak zaman Presiden Soeharto sampai dengan SBY, mereka menetapkan IHT sebagai industri strategis dan prioritas. Kok, di zaman Menperin baru di bawah Kabinet Kerja Jokowi -JK justru malah digencet. Bagaimana cara mereka, Apakah Jokowi-JK tahu keputusan anak buahnya?,” imbuh Kabul.

Dirinya mengingatkan agar Menperin jangan sampai terpengaruh agenda tersembunyi pihak asing yang justru akan mematikan keberadaan industri nasional. Industri kretek nasional, memiliki socio-economic effect yang sangat besar. Tidak ada satupun industri nasional yang kuat seperti IHT.

“Kalau Menperin tidak memasukkan IHT sebagai satu dari sepuluh industri strategis ke dalam RPP RIPIN, semakin menegaskan bahwa Menperin sudah terkontaminasi oleh agenda asing,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Sektor Rokok, Tembakau dan Minuman, Bonhar Darma Putra menyatakan, jika IHT tak masuk sektor industri strategis, maka sama saja pemerintah lepas tangan dan tak mau menjamin kelangsungan hidup hidup industri tersebut.    

“Pemerintah harus merevisi lagi RPP RIPIN dan memasukan industri tembakau dalam RPP karena dari sisi kontribusi terhadap ekonomi dan daya serap tenaga kerja sangat besar, mencapai 6 juta orang. Jika pemerintah tak hati-hati, maka ia khawatir peraturan ini justru akan membuat ekonomi yang tengah lesu seperti sekarang ini makin bertambah berat,” tegasnya.

Pasalnya, sektor industri akan setengah hati mendorong tembakau karena tak ada perlindungan hukum dari pemerintah.

“Pemerintah harus merevisi dan tidak sembarangan menyusun aturan terkait industri hasil tembakau,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka