Mataram, Aktual.com — Matahari mulai mendekati ufuk barat, langit di kota Mataram pun tampak memerah. Kendaraan yang lalu-lalang di ruas jalan sepanjang 1,5 kilometer yang diapit oleh hutan kota dengan pepohonan rimbun itu sudah mulai menyalakan lampu, tanda hari berangsur gelap.

Tempat nongkrong yang ditumbuhi berbagai jenis kayu itu sekaligus berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Tempat rekreasi yang asri itu kini kian ramai dikunjungi warga untuk sekadar bersantai melepas penat setelah bekerja seharian.

Di taman hutan kota tersebut berdiri kokoh sebuah monumen yang melambangkan keberhasilan Pemerintah Provinsi NTB dalam mengatasi krisis pangan khususnya beras puluhan tahun silam dengan pola menanam padi “gogo rancah” (Gora). Kini tempat rekearsi itu dikenal dengan Taman Bumi Gora Mataram.

Ketika senja tiba di taman kota itu tampak para pedagang kaki lima yang menjual berbagai makanan khas Pulau Lombok menggelar dagangannya. Mereka berjejer menggelar alas tikar untuk para pelanggannya. Kini di taman kota yang menawarkan kesejukan itu ratusan pedagang kaki lima mengais rezeki, menjual berbagai jenis kuliner lokal.

Sejatinya objek wisata Taman Bumi Gora selama ini memang dikenal sebagai sentra penjual aneka makanan khas Pulau Lombok, seperti “sate bulayak” (sejenis lontong yang dibungkus dengan daun enau muda) dengan lauk sate daging sapi atau daging ayam.

Selain itu di tempat bersantai yang dikenal dengan Taman Udayana Mataram juga dijual sate ikan khas Tanjung, sebuah menu kuliner berbahan dasar ikan laut yang mengundang selera.

Para pedagang kaki lima di Taman Bumi Gora Mataram itu berjualan secara lesehan dengan menggelar tikar atau karpet plastik di bawah pepohonan rindang yang ada di kiri dan kanan jalan yang membentang sepanjang sekitar 1,5 kilometer itu.

Ratusan warga Kota Mataram termasuk asal daerah lain di Pulau Lombok mengais rezeki di tempat yang kian ramai dikunjungi masyarakat untuk sekadar melepas penat setelah seharian bekerja.

Di tempat rekreasi di Jalan Udayana Mataram itu dijual juga batagor atau bakso, tahu goreng, siomay dan tdak ketinggalan ayam Taliwang, kuliner asli Karang Taliwang, Kota Mataram yang dilengkapi dengan pelecing kangkung yang kini sudah menasional.

Ramlah (35), salah seorang pedagang sate bulayak asal Narmada, Kabupaten Lombok Barat, menuturkan pada awalnya jenis kuliner itu hanya dijual dua hingga tiga orang, saat ini jumlahnya puluhan orang, karena jenis masakan khas itu cukup laris.

Sekilas sate bulayak sama dengan sate pada umumnya. Namun sate bulayak menjadi sangat spesial karena sate yang terbuat dari daging atau jeroan sapi itu dilumuri dengan bumbu khas Lombok. Apalagi saat makan ditemani dengan lontong.

Lontong itulah yang sebenarnya oleh masyarakat setempat disebut sebagai bulayak. Jadi, bulayak sebenarnya sejenis lontong dari bahan beras yang dibungkus dengan daun enau muda dan berbentuk seperti lontong, tapi agak lebih panjang. Sementara bahan baku sate bulayak selain daging juga bisa jeroan sapi.

Sate daging ataupun jeroan sapi itu akan semakin nikmat setelah dilumuri bumbu. Bumbu yang seperti sambal yang terdiri dari santan, cabe besar dan potongan-potongan cabe.

“Awalnya sate bulayak dibuat oleh masyarakat di Kecamatan Narmada, Lombok Barat, dan banyak dijajakan di sejumlah objek wisata yang ada di wilayah kecamatan itu, antara lain di Taman Narmada dan Taman Suranadi,” kata pedagang sate bulayak yang telah berjualan sejak dibukanya taman Jalan Udayana tersebut.

Pada awalnya kuliner sate bulayak itu merambah kawasan wisata Senggigi. Ternyata menu makanan tradisional ini cukup digemari para wisatawan mancanegara maupun nusantara.

Sejalan dengan kian ramainya pengunjung taman kota Jalan Udayana, para pedagang sate bulayak kemudian “hijrah” ke tempat yang lebih dikenal dengan Taman Bumi Gora itu.

Para wisatawan nusantara yang kebetulan berlibur ke Lombok umumnya berkunjung ke pusat jajanan khas Lombok untuk menikmati sate bulayak yang murah meriah.

Satu porsi sate bulayak yang terdiri atas satu piring sate berisi 10 tusuk dan lima hingga enam bulayak dengan harga Rp12.000. Harga ini tergolong murah jika dibandingkan dengan sate kambing yang bisa Rp1.000 per tusuk, belum lontongnya.

Kini kuliner khas Lombok yang awalnya hanya bisa ditemukan di Kecamatan Narmada, semakin dikenal, bahkan disukai kalangan wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada setiap hari libur, arus kendaraan di Jalan Udayana sangat padat, selain karena volume kendaraan juga banyaknya, sepeda motor maupun mobil diparkir di badan jalan.

Melihat keberhasilan Taman Kota Jalan Udayana Mataram dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Pemerintah Kota Mataram kemudian membuka sejumlah tempat rekreasi yang bisa dimanfaatkan oleh para pegdang kaki lima (PKL) untuk mengais rezeki.

Hari Bebas Kendaraan Sejak beberapa tahun terakhir tempat rekreasi yang dipenuhi pepohonan rindang itu dibanjiri pengunjung terutama pada hari dan malam Minggu atau hari libur. Tempat rekreasi itu semakin ramai setelah Pemerintah Kota Mataram menetapkan Taman Udayana sebagai lokasi acara Hari Bebas Kendaraaan.

Khusus pada acara hari tanpa kendaraan bermotor itu jumlah pedagang kaki lima di Taman Udayana Mataram semakin membengkak. Mereka berjualan di sepanjang trotoar, bahkan ada yang menjajakan dagangannya di badan jalan.

Kondisi ini dikeluhkan para pengunjung, karena para pedagang cukup mengganggu para pejalan kaki atau warga yang berolahraga. Karena itu Pemerintah Kota Mataram mengambil inisiatif untuk menertibkan ratusan pedagang yang berjualan di tempat rekreasi itu.

Penertiban itu dilakukan dengan melarang para pedagang kaki lima berjualan di sepanjang trotoar Jalan Udayanan. Mereka diberikan ruang untuk tempat berjualan di kiri-kanan taman yang masih kosong.

Proses penertiban itu berjalan tertib dan lancar, karena sehari sebelum penertiban pemerintah kota sudah memberikan imbauan dan pengarahan kepada ratusan pedagang itu.

Penjabat Wali Kota Mataram Hj Putu Selly Andayani yang ditemui di sela memantau penertiban, bersama jajaran pimpinan kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan Satpol PP mengatakan merupakan minggu pertama penertiban pedagan.

“Jadi wajar kalau hari ini masih terlihat kurang maksimal dan ada protes-protes kecil dari pedagang,” katanya.

Namun demikian, Selly yakin ke depan manfaat dari penertiban ini dapat dirasakan oleh semua masyarakat baik yang berjualan maupun yang berkunjung ke lokasi bebas kendaraan.

Menurut dia, penertiban dan penataan ini merupakan salah satu upaya pemerintah mengakomodasi semua kepentingan masyarakat, karena selama ini masyarakat banyak yang mengeluhkan kondisi Jalan Udayana ketika Minggu mulai pukul 06.00-09.00 WITA.

Pengunjung mengeluh karena lokasi Jalan Udayana dipenuhi pedagang bahkan hingga tengah jalan, akibatnya masyarakat yang ingin berolahraga dan bersepeda tidak dapat menikmati suasana hari tanpa kendaraan itu.

“Kalau sekarang kan sudah kelihatan, masyarakat bisa berolahraga dengan nyaman, dan pedagang bisa tetap berjualan kendati masih belum rapi,” kata Putu Selly Andayani.

Ia menjamin, kondisi Jalan Udayana setiap kegiatan hari bebas kendaraan akan ada peningkatan, karena pemerintah kota melalui Dinas Pertamanan bekerja sama dengan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan akan melakukan penataan secara.

Sementara itu Kepala Dinas Pertamanan Kota Mataram HM Kemal Islam mengatakan, jumlah pedagang pada kegiatan hari bebas kendaraan yang terdaftar sekitar 700 orang.

“Namun untuk mengetahui angka pastinya kami akan data ulang dan agar kami dapat menyediakan ruang zonasi di Taman Udayana terutama untuk pedagang lama,” katanya.

Untuk menghindari pedagang kembali berjulaan di trotoar, Dinas Pertamanan sudah menyiagakan satgas khusus pedagang, sehingga keberadaan pedagang tetap bisa terpantau.

Artikel ini ditulis oleh: