Presiden Joko Widodo - Program Tax Amnesty. (ilustrasi/aktual.com)
Presiden Joko Widodo - Program Tax Amnesty. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi politik dari AEPI, Salamuddin Daeng tak habis pikir dengan aksi tipu-tipu pemerintah terkait program pengampunan pajak (tax amnesty) yang diklaim berhasil, padahal gagal total.

Apalagi penerimaan negara dengan adanya tax amnesty masih tak signifikan. Lantas dananya kemana kalau dianggap sukses?

“Jangani-jangan aksi korupsi dan manipulasi di DJP (Direktorat Jenderal Pajak) Kemenkeu makin menggila? Seperti kata Menkeu Sri Mulyani yang sempat salah sebut, kalau Ditjen Pajak adalah Ditjen Korupsi,” kata Daeng kepada Aktual.com, Senin (20/13).

Apalagi, kata dia, yang lebih menggelikan lagi adalah data-data yang disampaikan pemerintah tentang penerimaan pajak, tax amnesty, repatriasi aset, deklarasi harta, semua tidak sinkron antara satu dengan lainnya.

“Mestinya, Pak Jokowi sebagai Presiden harus memeriksa langsung aparat pajak negara ini. Dan segera menertibkannya,” tutur dia.

Aksi tipu pemerintah, kata Daeng, jika ditelusuri lebih jauh penerimaan pajak tidak berasal dari tambahan tax amnesty. Salah satunya terlihat dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai Rp262,4 triliun atau melebihi target yang ditetapkan dalam APBN-Perubahan 2016 sebesar Rp245,1 triliun.

Akan tetapi, justru kenaikan itu karena ada kontribusi besar dari pajak pasar modal. Sebelumnya disebutkan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan, kontribusi industri pasar modal ke penerimaan pajak 2016 mencapai Rp 110 triliun.

“Angka itu berarti 9,95 persen dari realisasi penerimaan pajak 2016 yang mencapai Rp1.105 triliun. Loh, kalau gitu mana tax amnesty-nya?” cetus dia.

Kemudian, kata dia, pertanyaan lainnya kemana pajak yang diperoleh dari tax amnesty itu? jika benar ada repatriasi asset tentu akan memiliki dampak multiplier ekonomi yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak.

“Tapi faktanya tak terjadi sama sekali adanya multiplier effect ke pertumbuhan,” tandas Daeng.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan