Allah Ta’ala telah berfirman:

“وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ”

Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang dicerai mereka menunggu (masa ‘iddahnya) selama tiga sucian atauhaidan”(QS. Al Baqarah:228). Para ulama berijtihad di dalam memahami satu nash yang sama, yaitu ayat Al Qur’an, dimana sebagian mereka memaknai dengan haid seperti Imam Abu Hanifah RA, dan sebagian yang lain memahaminya dengan suci seperti Imam Syafi’I RA.

Dimana perbedaan pendapat ini tidak hanya muncul pada masa para imam madzhab saja, akan tetapi perbedaan pendapat ini sudah ada sejak zaman para sahabat baginda Nabi SAW. Ibnu Abbas RA berpendapat bahwa lafadz al qur’u yang dimaksudkan dalam ayat adalah berarti haid, begitu juga dengan sahabat Umar bin Khattab RA dan Abdullah bin Mas’ud RAyang merupakan sumber dari perpanjangan madzhab Imam Abu Hanifah RA.

Berbeda dengan pendapatnya sayyidah Aisyah RA, yang mengatakan bahwa lafadz alqur’u pada ayat di atas adalah berarti suci, sebagaimana Imam Malik meriwayatkan bahwa sayyidah Aisyah RA berkata:

“تَدْرُونَ مَا الأَقْرَاءُ إِنَّمَا الأَقْرَاءُ الأَطْهَارُ”

Artinya: “Apakah kalian tahu apa itu aqra’, sesungguhnya aqra’ itu adalah beberapa sucian”(HR. Malik), yang kemudian diambil oleh madzhab Imam Syafi’I RA.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid