Petani menaikkan tebu rakyat ke atas truk saat panen di kawasan Wonoayu, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (13/6). Pemerintah menetapkan Harga Patokan Petani atau HPP Gula Kristal Putih (GKP) 2016 sebesar Rp9.100 per kilogram dengan rendemen 85 persen naik 2,25 persen dari HPP tahun 2015 sebesar Rp8.900 per Kilogram. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Sikap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang cuma ingin mengejar penerima negara sesuai target, sepertinya dilakukan dengan membabi buta. Hal itu terlihat dari kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada kalangan petani tebu dan gula sebesar 10 persen.

Padahal, kebijakan ini akan membebani mereka dan otomatis menambah biaya produksi. Bahkan dampak terparahnya bisa menyebabkan lapangan pekerjaan pertanian tebu ditinggalkan, karena tak mampu membayar pajak tersebut.

“Efeknya (dari pengenaan pajak) itu sangat berbahaya. Karena ketika mereka tak mampu bayar pajak, mereka juga tak mampu memproduksi dan ujung-ujungnya mereka tak berani bertani tebu,” tandas Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR dari FPKB, Cucun Sjamsurijal kepada Aktual.com, Jumat (7/7).

Jika para petani tebu meninggalkan sektor yang mereka geluti secara turun temurun, gara-gara beban yang berat membuat mereka pun pasti akan gulung tikar, sehingga berdanpak pada penambahan jumlah pengangguran.

“Dari yang semula memiliki kebiasaan menjadi petani, mereka memilih untuk menjadi pengangguran. Dan ini akan membebani negara juga,” kata dia.

Sebetulnya, kata dia, Sri Mulyani tak harus mengejar-ngejar petani tebu hanya gara-gara untuk menutup shortfall pajak dan defisit anggaran, justru masih banyak potensi di sektor lain yang bisa dikejar oleh Menkeu untuk dipajaki.

“Toh, selama ini negara sudah banyak mengeruk pajak dari warganya. Jadi, jangan sampai ada pola pikir yang sesat dengan harus memburu petani. Masih banyak potensi di sektor lain (untuk dipajaki) daripada membebani masyarakat kecil,” ketus dia.

Untuk itu, dirinya akan menunggu Menkeu ketika melakukan rapat. Kerja dengan Banggar. Apalagi saat ini sedang pembahasan Rancangan APBN 2018.

“Saya akan pertanyakan ke Menkeu sikap yang tak asil ini. Apalagi, jangan-jangan sekalipun ada pajak ke petani tebu tapi dampaknya tak signifkan ke penerimaan negara. Itu percuma,” kata dia.

Sudah kebijakan ini membebani masyarakat kecil, tapi pemasukan ke kas negaranya tak seberapa. “Makanya, jadi Menkeu itu harus pandai sebagai kasir dan bendahara negara untuk menghitung sektor-sektor perlu dipajakai. Bukan membebani petani,” ucap dia.

Menurut Cucun, jika petani tak dibebani dengan banyak pajak, maka pendapatan masyarakat pun akan meningkat. Sehingga daya beli masyarakat pun bisa naik yang sekarang sedang anjlok.

“Dari pada mereka ditekan terus (untuk bayar pajak), ujung-ujungnya mereka pada mengundurkan diri tak mau bertani lagi,” tutup dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan