Ketua SP PT Pertamina Novriandi

Jakarta, Aktual.com-Serikat Pekerja PT Pertamina (Persero) merasa geram melihat perusahaan yang menaunginya ‘menjual’ kilang tanah air (kilang Cilacap) kepada Aramco melalui skema joint venture.

Presiden Serikat Pekerja PT Pertamina, Novriandi menegaskan serikat pekerjanya menolak skema financing dan pembiayaan atas kerjasama itu.

“Jadi memang benar, kami melaksanakan perlawanan, dari teman-teman Federasi di Cilacap juga demikian. Maka perlu dipahami kami menolak keras skema financing dan pembiayaan dalam kerjasama tersebut, karena pasti akan merugikan negara. Kami sangat mengkritisi itu,” kata Novriandi melalui pernyataan terulis yang diterima redasi, Kamis (19/1/2017).

Novriandi melanjutkan, dengan joint venture tersebut aset negara terkesan digadaikan. Terlebih lagi saat ini, lanjutnya, terbit PP nomor 72 tahun 2016 dimana dalam salah satu poinnya mengemukakan bahwa dalam penjualan aset BUMN bisa dilakukan tanpa persetujuan dari DPR RI.

“Kalau soal aset kan memang harus seizin DPR, tidak bisa diputus dengan menteri BUMN sendiri. Kita sudah komplain soal itu, namun kemudian lahir PP 72 itu. Kemudian kerugian lainnya, joint venture ini kan tidak ada batas waktunya, selama kilang masih beropreasi ya Aramco masih terlibat. Dia akan menerima manfaat dari semua pengembangan di Cilacap,” cetus Novriandi.

Novriandi mengatakan proyek RDMP sendiri menggunakan mekanisme Joint Venture (JV) dengan share keuntungan 55% untuk Pertamina dan 45% untuk Saudi Aramco. Mekanisme tersebut ditolak mentah-mentah oleh serikat pekerja Pertamina di Cilacap, dan dikatakannya, mereka tidak akan berhenti melakukan aksi penolakan sampai perjanjian tersebut dihentikan.

“Kawan-kawan di Cilacap, mereka mulai lakukan gerakan penolakan. Dan diikuti seluruh unit operasi, semuanya ada 6 unit dan ini merupakan aksi prihatin. Kami tidak akan berhenti,” tegas dia.

Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina RU IV Cilacap, Eko Sunarno, menyebut proyek RDMP menggunakan mekanisme Joint Venture (JV) dengan share keuntungan 55 persen untuk Pertamina dan 45 persem untuk Saudi Aramco.

Kepelatihan Aramco tersebut dianggap mencederai dan bertolak belakang dengan semangat founding fathers Pertamina yang bersusah payah mengakuisisi perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia dan menyatukannya menjadi Pertamina.

“Aset Kilang RU IV yang telah dikembangkan dengan adanya dua kilang, RFCC dan PLBC, akan terlikuidasi dan tergadaikan. Bukan lagi menjadi aset Pertamina melainkan menjadi milik JV selama umur kilang yaitu 50 tahun. Padahal sudah memberi peningkatan margin dan eviden untuk negara,” kata Eko

Menurut Eko, kerjasama atau JV tersebut nyata-nyata sebagai bentuk dimulainya proses unbundling. Langkah itu sangat bertentangan dengan arah pengembangan bisnis migas yang harus mengutamakan prinsip- prinsip nasionalisme dengan tujuan memperkuat kedaulatan energi nasional melalui Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan migas nasional.

Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs