Bank Indonesia (BI) menilai peningkatan pertumbuhan ekonomi bukanlah hal yang utama. Melainkan terjaganya stabilitas moneter, termasuk inflasi yang rendah, nilai tukar yang bersaing. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) mengendus alat-alat pembayaran yang modern berpotensi menjadi sarang pencucian uang bagi dana-dana terorisme.

Sistem pembayaran seperti lahirnya industri dompet elektronik (e-wallet), penerbit uang elektronik (e-money), dan teknologi finansial (fintech) sangat besar potensinya disusupi transaksi pencucian uang terorisme.

Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Eni V Panggabean, kondisi tersebut telah menjadi perhatian pihak bank sentral untuk menyempurnakan PBI.

“PBI Nomor 19/10/PBI/2017 ini berisi kewajiban kepada penerbit Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik, Penyelenggara Transfer Dana, dan Dompet Elektronik untuk melakukan uji tuntas konsumen (Customer Due Dilligence/CDD),” ujar dia di Jakarta, Rabu (13/9).

Makanya, kata dia, pihak regulator akan perluas ruang lingkup pengaturan tersebut seiring pesatnya teknologi sistem pembayaran.

Sebelum PBI ini, BI memiliki peraturan PBI Nomor 14/3/2012 tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank, namun belum melibatkan  penyelenggara jasa pembayaran seperti APMK, uang elektronik dan dompet elektronik.

Menurut Eni, perluasan ruang lingkup objek pengaturan ini karena semakin luasnya pola jasa pembayaran dan lahirnya berbagai pelaku industri pembayaran.

“Identifikasi dan serangkaian uji CDD tersebut harus dilakukan. Congohnya, jika terdapat transaksi keuangan yang nilainya minimal Rp100 juta atau nilai serupa dalam mata uang asing,” jelas dia.

Eni mengingatkan lembaga keuangan harus cermat jika terdapat transaksi dengan nilai tinggi, dengan mencermati profil pengguna jasa pembayaran.

“Misalnya jika dari profil pengguna jasa, gaji pengguna jasa hanya Rp5 juta, namun dia transfer lebih dari Rp100 juta, itu harus dilihat profilnya,” ujarnya.

PBI itu juga menegaskan kembali penanganan terkait Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) serta Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal, antara lain pelaksanaan pembekuan.

BI juga mempertegas sanksi bagi penyelenggara jasa pembayaran yang ditujukan langsung kepada direksi, komisaris, pejabat eksekutif, dan pemegang saham yang terbukti melanggar PBI.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan