(Ki-Ka) Ketua Gapmmi, Adhi Lukman; Franciscus Welirang, Direktur PT Indofood sukses makmur tbk, IR Tjahya Widayanti Msc - Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI, Prof. Dr.Ir.Purwiyatno Hariyadi, MSc
(Ki-Ka) Ketua Gapmmi, Adhi Lukman; Franciscus Welirang, Direktur PT Indofood sukses makmur tbk, IR Tjahya Widayanti Msc - Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI, Prof. Dr.Ir.Purwiyatno Hariyadi, MSc

Jakarta, Aktual.com – Permasalahan cabai sebagai bahan pangan terkadang menimbulkan tingkat inflasi menjelang Idul Fitri atau Natal. Bahkan fluktuasi harga cabai menyumbang 16 persen dari komponen inflasi. Menyikapi hal tersebut, Indofood Sukses Makmur Tbk melalui program Indofood Riset Nugraha (IRN) menggelar Simposium dan bedah buku yang bertujuan menyusun rekomendasi tepat sasaran, lengkap dan nyata.

“Simposium ini merupakan pengembangan dari program IRN, program CSR yang memberikan bantuan dana penelitian bidang pangan bagi mahasiswa S1. Fokusnya untuk mencari solusi yang tepat sasaran, komplit dan nyata menekan fluktuasi harga cabai yang dapat memicu inflasi melalui agrobinis dan agroindustri koomditi cabai,” ujar Direktur PT Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang di Jakarta, Rabu (18/10).

Sementara itu, ketua tim pakar IRN, FG Winarno mengungkapkan bahwa salah satu resep tetap berumur panjang adalah mengkonsumsi cabai. Cabai yang banyak mengandung antioksidan juga bisa digunakan untuk penangkal kanker prostate, penangkal migrain. Namun seringkali pasokan cabai segar kadang tidak sesuai dengan permintaan masyarakat sehingga fluktuasi harga pun tidak bisa dihindari.

“Fluktuasi cabai disebabkan beberapa faktor, mulai dari musim, hama tanaman, modal hingga sumberdaya manusia. Selain itu, cabai termasuk komoditi yang cepat rusak dan membusuk sehingga perlu penanganan pasca panen yang tepat. Sementara itu, kita belum ada perkebunan besar yang berskala besar yang mampu menjamin ketersediaan stok cabai nasional,” jelasnya.

Praktisi cabai dari PT Gunung Mas Agro (lestari), Peter Tangka menilai ada berbagai macam permasalahan cabai terkait on farm. Pertama yaitu terkait kualitas petani (SDM) yang rendah.

“Butuh waktu lama untuk memberdayakan petani, malah kadang kita yang diperdaya,” candanya.

Kedua, lanjutnya, input produksi seperti pupuk dan bibit. Sedangkan pupuk Indonesia berkelas sampah. Hal tersebut berakibat pada kualitas output hasil produksi.

“Tamanan itu, dikasih input produksi yang jelek, maka hasilnya jelek. Dikasih bibit jelek, maka hasilnya juga jelek. Dikasih pupuk jelek maka hasilnya jelek, pengairan yang jelek maka hasilnya jelek,” jelasnya.

Menurutnya, ketika masyarakat memilih menjadi petani, maka harus dengan passion. Pasalnya, tanpa passion maka hasilnya juga akan jelek.

“Faktor ketiga, teknologi petani Indonesia yang parah. Indonesia seperti jaman flinstone, persis seperti jaman batu. Faktor keempat penanggulangan hama terpadu. Sedangkan faktor eksternal yaitu cuaca, kepemilikan lahan dan upah buruh tani,” jelasnya.

Untuk dikethaui, Buku yang disusun oleh FG Winarno Eko Handayanto dan Bustanul Arifin tersebut merupakan analisa dan pemikiran tim IRN. Mulai dari aspek bioteknologi dan pengembangan cabai, kandungan gizi, budidaya, peningkatakan produksi hingga pengolahan pasca panen.

“Harapannya, buku ini memberikan wawasan, pengetahuan dan pemahaman budidaya cabai bagi petani, murid dan mahasiswa,” ujar Winarno.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka