Jubir KPK Febri Diansyah

Jakarta, Aktual.com – Ketua DPRD Malang, Jawa Timur, M Arief Wicaksono disinyalir menerima suap sebesar Rp 250 juta dari Komisaris PT ENK, Hendrawan Maruszaman.

Suap tersebut ditengarai berkaitan dengan alokasi anggaran tahun jamak atau multiyears, dalam APBD Pemerintah Kota Malang 2016-2018, untuk proyek Jembatan Kedungkandang yang nilainya Rp 98 miliar.

“MAW diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp 250 terkait dengan penganggaran kembali proyek Jembatan Kedungkandang APBD tahun anggaran 2016,” papar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (11/8).

Menariknya, anggaran proyek jembatan Kedungkandang ini sebetulnya sudah masuk dalam rancangan APBD Pemkot Malang untuk tahun anggaran 2015. Namun, karena ada sangkutan hukum alokasi anggaran untuk proyek tersebut dihapus. Wali Kota Malang, Muhamad Anton pun mengakui hal tersebut.

Menurut KPK, fakta tersebut menjadi salah satu hal yang akan didalami. Karena sejatinya, pihak swasta tak memiliki kewenangan untuk meminta suatu anggaran proyek masuk dalam APBD. Tentu, yang memiliki kewenangan untuk memasukan anggaran yakni pihak Pemkot Malang.

“Tentu itu yang akan kita dalami, perannya apa saja, bekerjasama dengan siapa saja, bagaimana proses penganggarannya, apakah benar sudah dihilangkan? Itu materi penyidikan yang akan berlanjut,” papar Jubir KPK.

Proyek Jembatan Kedungkandang memang menuai masalah sejak awal dianggarkan, 2012 silam. Kala itu anggaran yang disetujui DPRD Malang Rp 54 miliar. Sementara pihak pelaksana proyek setelah tender yakni PT Nugraha Adi Taruna (NAT).

Dalam proses pengerjaan, PT NAT justru wanprestasi, hingga proyek tersebut mangkrak. Perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Malang, ada kerugian keuangan negara dari proyek tersebut, senilai Rp 11,5 miliar.

Skandal ini kemudian ditangani oleh Polda Malang pada 2013. Namun, tidak ada kejalasan.

Kemudian, pada 2015, atas persetujuan Walkot Malang saat ini, Muhamad Anton, anggaran proyek Jembatan Kedungkandang kembali dialokasikan. Tapi lagi-lagi ditolak oleh DPRD karena belum ada status ‘clear’ dari pihak penegak hukum setempat.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid