Sementara itu, pengamat politik Ray Rangkuti sangat sepakat jika peta koalisi ini mengalami perubahan dalam beberapa waktu belakangan ini, khususnya pasca pertemuan antara Jokowi dengan Airlangga.

“Yang berubah itu kan mungkin PKB dan PAN. PKB keluar dan PAN masuk, yang lain sih sama saja. Dari gelagatnya kan begitu,” ujar Ray ketika dihubungi Aktual.

“Mungkin nanti ditambah Demokrat (merapat ke Jokowi),” tambahnya.

Ray mengakui, pertemuan antara Jokowi dengan Airlangga secara tidak langsung merupakan gambaran dari kedekatan antara Jokowi dengan Golkar. Namun menurut Ray, posisi cawapres sendiri bukanlah target utama dari partai berlambang pohon beringin itu.

“Cawapres ini bukan target utama Golkar, tapi (target utamanya) mereka menang bersama jokowi, dapat kursi kabinet lebih banyak,” kata Ray.

Meskipun posisi Cawapres juga penting, Ray memandang jika Golkar lebih memfokuskan diri untuk semakin mesra dengan Jokowi dan memenangkannya dalam Pilpres nanti.

“Dengan begitu, walaupun mereka tidak dapat wapres kan mereka jadi dapat kursi di kabinet dan itu akan lebih banyak dari hari ini,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) ini.

Terlebih, Golkar memiliki pengalaman pilu dalam tiga Pemilu terakhir, di mana partai ini mengalami kekalahan dalam kontestasi Pilpres.

Pada Pilpres 2004, Golkar harus mengakui kekalahan pasangan usungannya, Wiranto dan Sholahuddin Wahid, sementara pada Pilpres 2009, Golkar harus mengakui kekalahan pasangan usungannya, Jusuf Kalla dan Wiranto. Sedangkan pada Pilpres terakhir, partai ini lebih memilih untuk memberi dukungan kepada pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

“Sekarang mereka yakin bahwa mereka telah mendukung orang yang akan jadi pemenang, dengan begitu negosiasi lebih banyak nanti, katakanlah kursi kabinet (lebih banyak),” terangnya.

Tidak hanya itu, kedekatan antara Jokowi dengan Golkar juga memiliki beberapa faktor lainnya. Pertama adalah karakter Airlangga yang disebutnya cenderung setia dan memiliki kerendahhatian.

Hal ini dipandang Ray merupakan suatu hal yang menggembirakan bagi Jokowi.

“Kalau kita lihat, Airlangga bukan tipe orang yang suka kasak-kusuk, ke sana kemari, dia kelihatannya kalau sudah di sini ya bakal di sini,” tutur Ray.

Faktor kedua adalah banyaknya kader Golkar yang memang telah memilih untuk memberikan dukungannya kepada Jokowi. Faktor terakhir, Jokowi memiliki kans yang lebih untuk memenangkan Pilpres dengan dukungan Golkar.

Kenyamanan ini berbeda yang dirasakan Jokowi dengan PKB. Menurut Ray, saat ini Jokowi cenderung ditekan PKB untuk memilih Cak Imin sebagai pendampingnya dalam Pilpres nanti.

“Cara PKB dalam mendorong Cak Imin sebagai cawapres ini enggak elegan di mata Jokowi karena mengancam keluar (koalisi) lah, mengancam nyapres sendiri, bikin koalisi sendiri,” sebutnya.

Ray berpendapat, cara ini sama sekali tidak akan berhasil terhadap Jokowi. Ia mencontohkan, berbagai pihak kerap menekan Jokowi untuk menendang kader PAN dari kabinet Kerja, yaitu Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur.

Tapi nyatanya, Jokowi masih mempertahankan Asman di kursi jabatannya hingga kini.

“Begitu juga dengan PKB, yang terus menekan Jokowi. Feeling saya sih Jokowi akan menegaskan bahwa dirinya tidak mudah ditekan,” kata Ray.

Ramai-Ramai Berebut Kursi Cawapres

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby