Cowekan yang dibawa masyarakat dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pasuruan, Sabtu (7/1)
Cowekan yang dibawa masyarakat dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pasuruan, Sabtu (7/1)

Pasuruan, Aktual.com – Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW umumnya diawali dengan serangkaian seremonial mulai pembukaan, sambutan, pengajian umum dan diakhiri dengan pembacaan doa. Tetapi, “tidak” bagi warga RW 03 Sukalipuro, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur pada Sabtu (7/1) lalu. Mereka menggelar maulidan dengan design berbeda, yaitu maulid Nabi menyatu dengan kearifan atau budaya lokal (local wisdom), yakni cowekan, dengan acara utama sholawatan.

Bagaimana keseruan kegiatan yang dimotori Karang Taruna ini? Setiap warga sekitar berjalan kaki menuju Musholla dengan membawa cowek, yang di dalamnya terdapat buah-buahan, dan juga nasi kuning. Setelah terkumpul dan berjejer rapi di dalam Musholla setempat, cowek-cowek itu dibagikan (kembali) pada warga yang hadir secara acak alias ditukar satu dengan lainnya.

Mengapa harus cowek yang dijadikan “nampan” buah dan nasi kuning maulidan? Menurut tokoh pemuda Bangil, Ahmad Sholehuddin mengatakan bahwa cowek itu mengandung pesan penting bagi manusia, agar selalu rendah hati dan tidak menyombongkan diri. “Pada dasarnya, cowek merupakan warisan budaya dari Kanjeng Sunan Ampel Surabaya. Secara simbolis, cowek terbuat dari tanah yang bercampur dengan air dan dipanaskan seperti orang bikin batu bata,” ungkap pengusaha Konveksi H.N.A Jaya Bordcomp ini.

Kegiatan yang dikemas dengan sholawatan bersama Jamiyyah Al-Waqiah Kediri ini berjalan penuh khidmat. Tak satu pun warga meninggalkan tempat walau acara berlangsung hingga dini hari sekitar pukul satu pagi. Sholawatan dipimpin langsung oleh KH. Khoirul Fuad, dengan sesekali memberi tausiyah. “Agar hidup kita bermakna dan mendapat syafaatnya kelak, harus senantiasa bersholawat pada Rasulullah. Pun, jika kita ingin hidup berkecukupan, istiqomahlah membaca Al-Quran Surat Al-Waqiah. Insya Allah kita akan kaya, tak kurang suatu apapun”. Demikian inti tausiyah Kyai Fuad malam itu.

Suksesnya maulidan untuk pertama kalinya ini menjadi istimewa karena dihadiri oleh sekitar tiga ratusan warga, juga para Pengasuh Pondok Pesantren di wilayah Bangil, perangkat desa, khususnya Ketua RW setempat yang setia menunggui acara warganya hingga usai. Juga, tampak hadir Ketua Forum Pengkaji Konstitusi Fakultas Hukum Unmer Malang, Abdul Aziz, yang berkesempatan menyampaikan sambutan bernada hukum, agar masyarakat berhati-hati dalam bertutur kata, bercanda, bergaul, bahkan menggunakan media elektronik, supaya tidak terjerat masalah hukum.

Walhasil, pagelaran maulidan yang menyatu dengan tradisi cowekan dan menggemakan sholawatan ini diharapkan masyarakat selalu ingat akan awal pencitaannya, bersholawat pada-Nya sehingga mampu menekan sifat egois, bahkan keangkuhan dan kesombongannya. “Filosofinya, cowek itulah sejatinya kodrat manusia, karena terdapat unsur yang sama dengan unsur diciptakannya manusia oleh Allah SWT.,” kata alumni Fakultas Tarbiyah UIN Malang ini. Masyarakat Bangil memegah teguh pesan Wong Jowo. “Nek uripmu kepenak, elingo soko opo asalmu” (jika hidupmu ingin enak, ingatlah dari apa asalmu).

Oleh: Abdul Aziz, Direktur Eksekutif Lingkar Study Wacana (LSW) Indonesia

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan