Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla saat menghadiri tiba di lokasi Sidang Tahunan MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8). Sidang Tahunan MPR masih dalam satu rangkaian sidang bersama DPR-DPD, dan sidang DPR penyampaian nota keuangan RAPBN 2019. Sidang Tahunan MPR dilaksanakan pagi hari dilanjutkan sidang bersama DPR-DPD, dan sidang penyampaian nota keuangan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Utang Indonesia selama dipimpin Joko Widodo-Jusuf Kalla, terus bertambah dari Rp2.608,8 triliun menjadi Rp4.253,02 triliun per Juli 2018, tulis Dokumen Nota Keuangan, Senin (20/8).

Dokumen menjelaskan, posisi utang pemerintah pada 2014 sampai Juli 2018 telah bertambah Rp 1.644,22 triliun.

“Pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong efisiensi pengelolaan utang, pemenuhan aspek kehati-hatian (prudent), dan pemanfaatan utang secara produktif sehingga berkontribusi optimal bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” tulis Dokumen Nota Keuangan.

Kenaikan utang pemerintah saat periode Jokowi-JK tersebut sebagian besar bersumber dari SBN, utamanya SBN dalam denominasi rupiah. Hal itu juga sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mengutamakan pengadaan utang baru dalam mata uang rupiah dalam rangka pengembangan pasar domestik menuju kemandirian pembiayaan.

Pada 2014, total utang pemerintah sebesar Rp 2.608,8 triliun. Utang tersebut kembali bertambah di 2015 menjadi Rp 3.165,1 triliun. Pada 2016, utang pemerintah kembali bertambah menjadi Rp 3.515,5 triliun, dan pada 2017 kembali bertambah menjadi Rp 3.995,1 triliun, dan terakhir di Juli 2018 menjadi Rp 4.253,02 triliun.

Artikel ini ditulis oleh: