Warga menanti saat berbuka puasa (ngabuburit) di pelataran Masjid Terapung Amirul Mukminin, Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (8/6). Sebagian umat muslim di Makassar memilih menunggu saat berbuka puasa bersama keluarga dan kerabat di Anjungan Pantai Losari Makassar sambil menikmati matahari tenggelam (sunset). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/aww/16

Jakarta, Aktual.com — Puasa Ramadan merupakan salah satu dari rukun Islam, artinya puasa Ramadan merupakan salah satu tiangnya agama Islam. Oleh karena itu setiap Muslim yang beriman wajib melaksanakannya selama sebulan penuh tiap tahunnya. Namun, tahukah bahwa jika dilihat dari segi historisitasnya, asal-muasal puasa Ramadan tidak langsung diperintahkan begitu saja. Karena sebelumnya, puasa tidak langsung diperintahkan yang dimulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Dalam sejarah, puasa Ramadan terdapat beberapa langkah sehingga menjadi suatu tataran syariat yang mengikat bagi umat Muslim.

Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal, sejarah puasa Ramadan tidak muncul begitu saja. Dalam riwayatnya, sebelum Rasulullah SAW menerima perintah puasa Ramadan, Rasulullah SAW telah melaksanakan puasa Asyura dan puasa tiga hari setiap bulannya. Secara singkat sejarah puasa Ramadan sendiri mulai diwajibkan (untuk melakukan ibadah puasa Ramadan) pada 10 Sya’ban, satu setengah tahun setelah umat Islam hijrah ke Madinah. Ketika itu, Nabi Muhammad baru saja diperintahkan untuk mengalihkan arah kiblat dari Baitulmaqdis (Yerusalem) ke Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

Dan pada saat itulah puasa Ramadan dimulai ketika melihat atau menyaksikan bulan pada awal bulan tersebut. Apabila langit dalam keadaan berawan yang mengakibatkan bulan tak dapat dilihat dan disaksikan, bulan Sya’ban disempurnakan menjadi 30 hari. Kewajiban puasa sebulan penuh pada Ramadan baru dimulai pada tahun kedua Hijriah.

Menurut riwayat lain, sebelum turunnya perintah puasa Ramadan, Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya serta kaum Muslimin melaksanakan puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan-bulan Qomariyah. Selain itu, mereka juga biasa berpuasa tanggal 10 Muharam, sampai datang perintah puasa wajib di bulan Ramadan. Perintah puasa Ramadan ini didasarkan pada firman Allah SWT yang berbunyi,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Al-Baqarah: 183)

Berdasarkan penjelasan di atas, tampaklah bahwa puasa Asyura tak ada hubungannya dengan peringatan wafatnya Husain bin Ali bin Abi Thalib yang biasa diperingati oleh penganut Syiah. Namun demikian, sebagian umat Islam termasuk di Indonesia ada yang rutin melaksanakan puasa Asyura.

Karena Rasulullah sendiri pun terbiasa berpuasa pada hari Asyura. Bahkan, Rasulullah SAW memerintahkan kaum Muslimin untuk juga berpuasa pada hari itu. Menurut Ibnu Umar RA, Rasulullah pernah berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh dia (Ibnu Umar) untuk berpuasa juga. Namun, saat datang perintah puasa Ramadhan, puasa Asyura itu ditinggalkan oleh Rasulullah SAW.

Tentang perintah Rasulullah untuk berpuasa Asyura, menurut Bukhari, Ahmad dan Muslim adalah sesudah beliau tiba di Yatsrib (Madinah). Tepatnya, sekitar setahun setelah Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya tinggal di Madinah.

Yang mana Rasulullah SAW tiba di kota itu pada Rabiul Awal, sedangkan perintah puasa Asyura itu disampaikan pada awal tahun kedua. Kemudian, pada tahun kedua hijrah saat memasuki bulan Ramadan, turunlah wahyu yang berisi perintah kepada umat Islam akan diwajibkannya puasa pada bulan Ramadan. Dan puasa Asyura hanya satu kali dilaksanakan sebagai puasa wajib.

Jika dalam surat Al-Baqarah ayat 183 dijelaskan bahwasannya, diwajibkan umat Islam berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelumnya agar umat Islam bertakwa. Mungkin saja pernah terlintas di benak kita tentang bagaimana model puasa yang dilakukan umat islam pertama kali? Apa yang membedakan puasa islam dengan agama Ahli kitab? Atau mungkin pertanyaan lain yang berkenaan dengan puasa.

Adapun Persamaan puasa umat Islam dengan umat-umat terdahulu adalah dalam hal kewajiban, bukan pada tata caranya. Berikut bentuk puasa sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Umat Nasrani dahulu juga pernah diwajibkan puasa Ramadan, tetapi mereka menambahnya 10 hari hingga akhirnya berjumlah 40 hari. Dikarenaka pada bulan Ramadan cuacanya sangat panas, waktunya pun diperpendek dan dipindah pada musim semi.

Dan umat Yahudi pun juga berpuasa, bahkan puasanya tidak sekadar menahan dari makan dan minum dari sore hari sampai waktu sore lagi. Akan tetapi, mereka melaksanakan sambil berbaring di atas pasir dan debu sambil meratap sedih.

Pada masa Jahiliah, penduduk Quraisy Mekah melaksanakan puasa pada bulan Asyura dan Rasulullah SAW melakukannya sebelum ada perintah berpuasa di bulan Ramadan, namun setelah ada perintah puasa di bulan Ramadan SAW, Nabi pun berpuasa dan meninggalkan puasa di bulan Asyura.

Adapun yang membedakan puasa umat Islam dengan umat yang lain di antaranya adalah adanya perintah makan sahur sebelum terbit fajar. Di dalam hadis riwayat Amr bin Ash, Rasulullah saw bersabda, “Perbedaan antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah pada makan sahur…” (HR Muslim)

Selain itu, puasa yang dilakukan kaum muslimin pada bulan Ramadan berlangsung selama satu bulan penuh, berbeda dengan ahli kitab yang melaksanakan puasa di luar bulan Ramadhan. Dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “…Sungguh, telah datang bulan Ramadhan, bulan yang diberkati. Allah telah memerintahkan kepada kalian untuk berpuasa di dalamnya…” (HR Ahmad dan Nasa’i)

Refrensi :

-Shahih Fiqh Sunnah

-Fathul Bari

-Shahih Bukhari

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan