Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut bekas Menteri Agama Suryadharma Ali 11 tahun penjara Rp760 juta subsidair enam bulan kurungan dan dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait penyelenggaraan haji tahun 2010-2011 dan 2012-2013 dan menyelewengkan uang Dana Operasional Menteri (DOM).

Jakarta, Aktual.com – Mantan menteri agama Suryadharma Ali (SDA), akan mengajukan sejumlah saksi dalam sidang peninjauan Kembali (PK) dalam perkara korupsi pelaksanaan ibadah haji periode 2010-2013.

“Ada saksi yang akan kami hadirkan, saksi ahli dan saksi fakta pada persidangan minggu depan,” kata penasihat hukum SDA Rullyandi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/7).

SDA mengajukan PK terkait vonis 10 tahun penjara yang dikenakan kepadanya karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi pelaksanaan ibadah haji periode 2010-2013.

Namun Rullyandi belum mengungkapkan siapa saksi yang akan ia hadirkan dalam persidangan.

“Ya nanti, ini kan belum dibukakan untuk umumkan, kita menghormati azas peradilan,” tambah Rullyandi.

Pada sidang siang hari Senin tersebut, SDA hanya menyampaikan daftar bukti termasuk putusan Mahkamah Konsitusi No 25/PUU-XIV/2016 yang menghapus kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan negara” dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU UU Pemberantasan Tipikor.

Sedangkan SDA yang tampak jauh lebih kurus dibanding saat masih menjabat sebagai menteri itu tidak banyak bicara mengenai sidang tersebut.

“Lagi diet, ha ha ha, (kurus karena) puasa Ramadhan biasa, tidak sakit,” kata SDA.

Dalam perkara ini, SDA mempersoalkan penggunaan dana operasional menteri (DOM) yang dianggap sebagai kerugian negara.

“Aturan telah memisahkan kewenangan pengguna anggaran (menteri) dalam DOM. Pemohon selaku pengguna anggaran adalah pejabat kebijakan sehingga kewenangan teknis diberikan pada sekjen dan dirjen selaku kuasa pengguna anggaran. Putusan sangat janggal karena pejabat di tataran teknis tidak dikenai pertanggungjawaban pidana,” kata Rullyanto pada sidang 26 Juni 2018.

SDA melalui pengacaranya menilai ada kekeliruan pertimbangan hukum dalam penggunaan DOM yang dalam putusan disebut berdasarkan PMK No 3 tahun tahun 2006 yang sudah dicabut yang berbunyi DOM digunakan berdasarkan diskresi asas manfaat bukan kepentingan pribadi. Pengacara menilai yang berlaku adalah PMK no 268 tahun 2014 yang mengatur penggunaan DOM atas diskresi pimpinan lembaga.

Dalam sidang tersebut, Rullyanto juga mengatakan akan menghadirkan pakar hukum pidana Romly Atmasasmita, ahli administrasi negara I Gde Panca Astawa dan mantan ketua BPK Hadi Poernomo.

Dalam perkara ini, Suryadharma terbukti melakukan sejumlah tindak pidana korupsi yaitu pertama menunjuk Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) selama 2010-2013 sekaligus pendamping Amirul Hajj (pemimpin rombongan haji) yang tidak kompeten yaitu istrinya Wardatul Asriya, anak, menantu, ajudan, pegawai pribadi, sopir, sopir istri hingga pendukung istrinya.

Selanjutnya Suryadharma juga menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) hingga Rp1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM seperti untuk pengobatan anak, pengurusan visa, tiket pesawat, pelayanan bandara, transportasi dan akomodasi Suryadharma, keluarga dan ajudan ke Australia dan Singapura hingga membayar pajak pribadi tahun 2011, langganan TV kabel, internet, perpanjangan STNK Mercedes Benz serta pengurusan paspor cucu.

Suryadharma Ali juga menunjuk sejumlah majmuah (konsorsium) penyedian perumahan di Jeddah dan Madinah sesuai dengan keinginannya sendiri menggunakan plafon dengan harga tertinggi sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga 15,498 juta riyal karena penggunaan harga plafon sebagai harga kontrak dan tidak ada perundingan atau pembicaraan maka terjadi kemahalan pengadaan perumahan yaitu kemahalan perumahan di Madinah 14,094 juta riyal dan hotel transito Jeddah sejumlah 1,404 juta riyal.

Terakhir Suryadharma dianggap menyalahgunakan sisa kuota haji periode 2010-2012 sehingga memberangkatkan 1.771 orang jemaah haji dan memperkaya jemaah tersebut karena tetap berangkat haji meskipun kurang bayar hingga Rp12,328 miliar yang terdiri atas 161 orang jemaah haji pada 2010 senilai Rp732,575 juta; 639 jemaah haji pada 2011 sejumlah Rp4,173 miliar; dan 971 jemaah hai sejumlah Rp7,422 miliar.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: