Jakarta, Aktual.com –Terus turunnya harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) di lantai bursa berdampak pada turunnya nilai kekayaan negara atau pemerintah di PGAS. Padahal anjloknya saham BUMN Gas tersebut sebagian besar akibat aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sendiri.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai turunnya saham PGAS ke level sekitar Rp 1.615 per lembar saham membuat kekayaan negara di PGN menguap tidak sedikit, mencapai triliunan.

“Tajamnya penurunan saham PGN sebenarnya karena kebijakan-kebijakan pemerintah sendiri. Seperti penurunan harga gas di Medan, kenaikan harga gas hulu di Batam tapi PGN tidak boleh menaikan harga gas di hilir atau pelangganya di Batam, dan banyak lagi. Dan tidak hanya itu saja,” ungkap Agus kepada wartawan di Jakarta, Kamis (21/9).

Tercatat, besaran saham pemerintah di PGN sekitar 57%. Saat ini harga saham PGN ada di angka sekitar Rp 1.615 per saham. Jika dibandingkan kuartal II-2015 di mana saham PGN sekitar Rp 4.350 per saham. Artinya saham PGN telah turun hampir 60% atau bisa terhitungan menguap hingga Rp 37 triliun.

“Ada kekayaan negara di PGN yang menguap banyak. Kurang lebih begitulah,” jelasnya.

Agus mengungkapkan kekayaan negara di emiten berkode PGAS tersebut akibat kurang hati-hatinya pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan atau aturan.

“Jadi (kerugian) ini urusannya ke Menteri BUMN secara korporasi. Jika kebijakan ya regulatornya di ESDM,” kata Agus menambahkan.

Selain itu, ada dampak yang negatif akibat keputusan Menteri ESDM No. 434 Tahun 2017. Dalam aturan ini pemerintah menetapkan biaya distribusi PGN di Medan turun dari semula US$ 1,35 per MMBTU menjadi US$ 0,9 per MMBTU.

Akibat kebijakan ini PGN mengalami kerugian sekitar US$ 3 juta per tahun atau sekitar Rp 40 miliar jika dihitung dari volume penyaluran gas PGAS di Medan sekitar 12 BBTUD.

“Tugas utamanya dan intinya sekarang adalah bisa menghilangkan makelar gas yang tidak punya pipa secara perlahan. Karena kalau langsung para makelar ini punya pengaruh politik yang sangat kuat. Nah menghilangkan makelar tugas Menteri ESDM,” terang Agus.

Riset Citi Group sendiri sebelumnya memang menilai pemangkasan harga gas sebesar US$ 1 per MMBTU bisa memotong margin EBITDA PGAS sebesar 18 persen dan laba sebelum pajak sebesar 20 persen.

“Dampak dari pemangkasan tarif akan besar, menurut kami,” demikian tertulis dalam laporan riset Citi yang sudah dibagikan kepada nasabah.

Serta tidak lupa, kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga gas yang dibeli PGAS dari Conocophillips di Batam, sementara PGAS dilarang oleh Menteri ESDM untuk menaikan harga ke pelanggannya. Akibat kebijakan tersebut, PGN juga mengalami kerugian hingga Rp 100 milar lebih per tahun.

Selain itu, rencana Kementerian ESDM menerbitkan aturan yang mengatur keuntungan badan usaha gas hilir yang tentunya juga berlaku bagi PGAS. Pemerintah akan membatasi margin pengelolaan pipa gas distribusi hilir sebesar 7% dan margin pipa gas transmisi 11%.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka