Jakarta, Aktual.com – Dalam sidang lanjutan kasus SKL BDNI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung, mengungkap fakta-fakta baru. Diantaranya yang diungkap oleh saksi Taufik Mappanrae selaku mantan deputi AMI (Asset Manajemen Investasi) BPPN

Dalam keterangannya dipersidangan saksi mengungkapkan hasil kajian yang dilakukan oleh Ernest & Young (E&Y) dalam final due diligent (FDD) yang diperintahkan KKSK, ternyata Sjamsul Nursalim kelebihan bayar UD 1,3 juta kepada BPPN.

“Hasil kajian E&Y obligor membayar lebih kepada BPPN,” jelas Taufik Mappanrae, ketika ditanya oleh Hasbullah SH, MH, Penasehat Hukum Syafruddin A. Temenggung.

FDD dilakukan untuk menghitung secara matematis aset-aset yang digunakan oleh Sjamsul Nursalim untuk membayar kewajiban hutangnya kepada negara.Konsultan keuangan E&Y diminta oleh BPPN dalam hal ini adalah divisi AMI menjadi pelaksana dalam melakukan Final Due Dilligent ( FDD).

Dalam sidang Taufik Mappanrae juga mengungkapkan soal misrepresentasi utang petambak Dipasena. Menurut Taufik kalau sudah diungkapkan dalam MSAA, maka tidak bisa dikatakan Misrepresentasi.

“Kalau sudah diungkapkan tidak dapat dijadikan dasar untuk misrepentasi,” jelasnya.

Hal itu disampaikan oleh Taufik ketika menanggap pertanyaan kuasa hukum SAT, soal utang petambak Dipasena yang dalam MSAA sudah tercantum dan dijamin oleh PT DCD dan PT WM. Hal tersebut dikonfirmasi dalam rapat yang dihadiri oleh pihak Sjamsul Nursalim, yang diwakili oleh Itjih Nursalim dalam rapat dengan BPPN. Menurut Taufik, terkait dengan utang petambak harus di disclosure, karena berpengaruh terhadap aset yang diserahkan kepada BPPN.

Sidang dengan terdakwa Syafruddin Temenggung dihadiri oleh saksi antara lain, Dorojatun Kuntjoro-Jati, Mantan Menko Ekuin dan Ketua KKSK, Lukita D. Tuwo, sekretaris KKSK, Taufik Mappanrae, Mantan deputi AMI, Edwin Abdullah, deputi Kementerian BUMN. Syafruddin sebelumnya didakwa merugikan negara Rp4,58 triliun.

Ia diduga telah melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan istri, Itjih Nursalim.

Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta