Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli didatangi ratusan warga di kedamannya Jalan Bangka, Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2018). Kedatangan mereka untuk mendukung Rizal Ramli sebagai Calon Presiden (Capres) 2019. Sambil bersantap makan siang, Rizal Ramli menjawab erbagai pertanyaan dari warga mulai dari harga kebutuhan pokok yang masih tinggi hingga kekhawatiran warga akan naik dan langkanya LPG 3 KG yang disubsidi. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ekonom senior Rizal Ramli, mengungkapkan International Monetary Fund (IMF), biang keladi dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Internasional (BLBI). Bahkan, bantuan internasional itu tidak memberikan manfaat bagi ekonomi Indonesia.

Diceritakan Rizal Ramli, sebelum terjadinya krisis moneter di Indonesia pada 1998, Menteri Ekonomi di era Presiden Soeharto, mengundang IMF ke Jakarta. Namun, kehadiran IMF itu tidak berdampak baik bagi ekonomi Indonesia, justeru perekonomian anjlok hingga 13 persen.

Saat itu, Mantan Menko Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu, satu-satunya ekonom yang menolak kehadiran IMF ke Indonesia.

“Seperti diketahui, Asia pada tahun 97-98 mengalami krisis (ekonomi). Kena negara-negara tetangga, kena Indonesia. Kalau kita tidak mengundang IMF, ekonomi Indonesia tetap kena krisis, anjlok sekitar 6 persen,” kata Rizal Ramli di Jakarta, ditulis Jumat (6/7).

Rizal Ramli mengungkapkan penolakkan dirinya terhadap kehadiran IMF di Indonesia, karena belajar dari pengalaman terhadap perekonomian di Amerika Latin, yang semakin terpuruk dengan dilibatkannya IMF.

“Nah, setelah IMF masuk, dia sarankan tingkat bunga bank dinaikkan dari 18 persen rata-rata jadi 80 persen. Dampaknya, banyak perusahaan yang sehat jadi bangkrut, tidak tahan dengan bunga segitu,” jelas Rizal.

IMF memerintahkan pemerintah Indonesia saat itu menutup 16 bank kecil. Hal tersebut justru membuat rakyat tidak percaya dengan seluruh bank di Indonesia, termasuk swasta.

“Rakyat mau menarik uang. Seperti BCA, Danamon, bank-bank itu nyaris bangkrut. Akhirnya pemerintah terpaksa suntik BLBI, ketika itu senilai 80 miliar dolar. Ini termasuk langkah penyelamatan bank terbesar di dunia,” imbuhnya.

Terakhir, IMF juga memaksa pemerintah Indonesia menaikan harga BBM hingga 74 persen pada 1 Mei 1998. Rizal Ramli ketika itu telah memperingatkan sebaiknya tidak dilakukan karena suasana sosial sedang “panas”.

“Namun, pada 1 Mei Presiden Soeharto naikkan harga BBM. Besoknya langsung terjadi demonstrasi besar-besaran. Akibat tiga kebijakan ini terjadilah kasus BLBI,” ungkap Rizal Ramli.

Artikel ini ditulis oleh: