Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 13,5 juta penduduk Indonesia yang hidup miskin di lingkungan kumuh. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Direktur Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Dr Elcid Li, mengatakan hasil penelitian lembaga yang dipimpinnya menunjukan bahwa kemiskinan memicu orang memilih bermigrasi ke luar daerah dengan menjadi TKI baik legal maupun ilegal bahkan diperdagangan.

“Di Nusa Tenggara Timur bagian (Timor Barat) misalnya rata-rata banyak warga asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Belu terbanyak memilih jadi keluar daerah untuk mencari dan mempertahankan kehidupan keluarganya,” katanya di Kupang, Minggu (30/7).

Diakui bahwa warga Indonesia yang memilih menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) secara ilegal adalah untuk menghindari alur birokrasi yang mahal sehingga mereka cenderung mencari jalur lain.

“Dibutuhkan Rp8 juta dan waktu 3-4 bulan untuk menjadi tenaga kerja di luar negeri. Bagi mereka yang datang dari keluarga pra-sejahtera dan tinggal di perdesaan, ini menjadi beban finansial yang sangat berat. Jadi tidak heran banyak dari mereka yang memilih jalur yang ilegal,” katanya.

Menurut dia, peristiwa tragedi tenggelamnya sejumlah TKI di perairan Johor, Malaysia, mengindikasikan ada warga yang rela menempuh jalur ilegal untuk menghindari kerumitan alur yang dibuat oleh pemerintah.

Ia mencontohkan biaya proses rekrutmen yang bisa setara hingga delapan bulan gaji, serta prosedur yang dibuat untuk melindungi malah menciptakan hambatan yang panjang dan mahal untuk migrasi yang legal.

Dari total 278 desa di TTS, dua desa warganya bergerak dalam sektor perdagangan, empat desa di sektor jasa dan 270 desa bergerak di sektor pertanian.

Namun tetap saja tidak membantu karena penyebab kemiskinan sesungguhnya menurut dia bukan disebabkan struktural atau oleh karena fundamental, tetapi karena juga persoalan keterlambatan mengimplementasikan keijakan ataukah karena persoalan lain.

Sehingga Strategi untuk keluar dari kemiskinan, demiian Elcid Li, warga harus mampu merebut proses partisipasi di desa, pendidikan yang menghidupkan dan bersama-sama melawan perdagangan orang.

“Dengan program pemerintah pusat yang condong ke desa, demikian Elcid, mestinya desa menjadi locus baru pembangunan. Kaum perempuan harus mendapatkan tempat tersendiri di masyarakat, dan kepemimpinan perempuan di level desa harus ditingkatkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka