ilustrasi

Jakarta, Aktual.Com – Menurut data dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia menyebutkan jika kini Indonesia tercatat sebagai negara pengirim buruh maritim terbesar ketiga di seluruh dunia, dengan jumlah mencapai 200 ribu orang,

Dari angka tersebut, sekitar 77 persennya merupakan buruh migran yang menjadi ABK kapal ikan, sisanya adalah ABK di kapal kargo, pesiar dan lainnya. Tetapi dalam catatan kedua lembaga tersebut, pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah lalai dalam upaya melindungi nelayan dari kejahatan perdagangan manusia, sehingga sebagian besar dari mereka terjebak dalam kegiatan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing).

“Kelalaian tersebut disebabkan tumpang tindihnya kewenangan antar kementerian dan lembaga negara,” cetus Ketua Umum SBMI, Hariyanto melalui perangkat elektronik, Jumat 9 Desember 2016.

Kemenaker kata dia tidak mampu dalam kurun waktu 12 tahun menerbitkan regulasi turunan yang dimandatkan Pasal 28 UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri.

Tidak hanya itu saja kata dia, juga terjadi tumpang tindih kewenangan antar lembaga negara dan hal ini kemudian memicu sejumlah masalah, contohnya prosedur penempatan ABK yang tidak beres, lempar tanggung jawab perlindungan dan penanganan kasus ABK yang menghadapi persoalan di luar negeri, serta terjebaknya mereka dalam kegiatan illegal fishing.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs