Presiden Jokowi

Jakarta, Aktual.com – Indef melihat era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) masih menciptakan kondisi ketimpangan yang melebar. Hal ini terjadi karena sektor-sektor yang bisa mengurangi ketimpangan justru tak dikembangkan pemerintah.

Salah satunya sektor pertanian. Padahal sektor ini menjadi solusi bagi pengurangan ketimpangan dan kemiskinan. Apalagi kemiskinan dan ketimpangan di desa juga masih tinggi.

“Saya percaya bahwa pertanian jadi solusi ketimpangan. Cuma sayangnya, harga beras di Indonesia meningkat tajam. Itu bukti bahwa sistem pertanian kita tidak kompetitif. Ini jelas membebani petani,” tutur ekonom senior Indef, Bustanul Arifin, di Jakarta, Rabu (19/7).

Selain itu, kata dia, biaya produksi padi juga masih mahal. Bahkan di era Jokowi biaya produksi padi 2,5 kali lebih mahal dari Vietnam.

“Produksinya mahal ditambah upah buruh juga mahal. Makanya para petani sudah tak mau lagi kerja di pertanian lagi. This is true. Jadi upah buruh makin mahal, produksi tidak efisien, sudah pasti timpang itu. Sudah terlalu banyak biaya produksi yang harus ditanggung petani kita itu,” kecam dia.

Selain sektor pertanian yang belum optimal, pemerintah juga ternyata tak mampu ciptakan banyak sektor formal. Sejauh ini, kata dia, sektor formal di Indonesia hanya sebanyak 14 persen.

“Ini jelas sangat rendah. Apalagi sektor ini yang akan dipajaki. Tapi kalau cuma 14 persen itu, ya enggak akan dapat. Jadi terlaku banyak persoalan yang belum bisa diatasi pemerintah,” ujar guru besar pertanian ini.

Untuk itu solusinya, kata dia, pembangunan pertanian ke depannya harus bisa menjadi solusi. “Saya usulkan, esensinya reforma agraria itu adalah aset reform tapi ada akses reform. Nantinya setelah diberi lahan, petani didampingi. Kalau nggak didampingi pasti dijual lagi,” jelas dia.

Rasio gini atau ketimpangan sendiri saat ini di level 0,393 poin per Maret 2016. Atau menurun tipis dari 0,394 di September 2016. Angka itu masih dianggap lebar ketimpangannya.
Laporan Busthomi

Artikel ini ditulis oleh: