Jakarta, Aktual.com – Koordinator Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, menyayangkan adanya kebijakan pemerintah mengenai relaksasi izin ekspor konsentrat atau bahan mentah mineral.

Kebijakan ini patut ditolak, pasalnya dua perusahaan raksasa PT Newont Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia belum membangun smelter atau pemurnian di dalam negeri sesuai Undang-Undang Minerba. Padahal jangka waktu yang diberikan sudah lewat.

“Sejak UU Minerba dinyatakan berlaku, Newmont dan Freeport, dua perusahaan yang menguasai lebih dari 90 persen ekspor emas, perak dan tembaga yang merupakan komoditas mineral utama, belum juga membangun smelter hingga saat ini,” tegas Salamuddin, Rabu (11/1).

Menurutnya, Presiden Jokowi harus mengingat kembali sumpah jabatannya dulu bahwa dirinya akan taat pada konstitusi dan UU yang berlaku. Karena dengan mengeluarkan kebijakan relaksasi sama saja mengingkari konstitusi dan UU.

“Presiden jangan mempermainkan nasib bangsa, negara dan rakyat karena bujuk rayu kepentingan tertentu yang hanya berfikir dagang dan jualan semata. Karena jika melakukan pelanggaran UU, Presiden Jokowi harus mundur,” kata Salamuddin.

Lahirnya UU Minerba ditekankan dia merupakan aturan untuk memutus rantai eksploitasi bahan mentah Indonesia yang dikeruk dari bumi pertiwi untuk kemajuan negara-negara imperialis.

“UU ini hendak memutus rantai kolonial di Indonesia. Tapi jika Presiden Jokowi memberikan izin ekspor mineral berarti melanggar UU, maka Jokowi bisa disebut sebagai antek kolonial,” pungkasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: