Kepada wartawan Yusril menyatakan, Penerapan Pasal 158 UU Pilkada di Aceh dinilai menyebabkan kliennya Muzakir Manaf-TA Khalid dirugikan, menurutnya di Aceh seharusnya berlaku pasal khusus yang mengatur pilkada di Aceh, yaitu pasal 74 UU Aceh, bukan pasal 158 UU Pilkada. Untuk itu, ia berencana akan mengajukan keberatan ke MK. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menyarankan pemerintah melakukan rekonsiliasi terhadap perkara yang dihadapi Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab.

Bukan hanya bagi Habib Rizieq, rekokonsiliasi juga berlaku bagi beberapa tokoh politik dan aktivis yang sebelumnya dianggap telah melakukan makar. Mereka adalah Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath.

“Rekonsiliasi bukan langsung rekonsiliasi tapi ada prosesnya pilihan-pilihan yang dihadapi untuk menyelesaikan masalah ulama dan habib selama ini, aktivis-aktivis yang dituduh makar,” ujar Yusril di Jakarta, Rabu (21/6).

Disampaikan, ada beberapa opsi yang bisa diambil pemerintah melalui forum rekonsiliasi. Misalnya melalui penerbitan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3), depoonering dan abolisi.

Dari ketiga opsi itu, abolisi disebutnya sebagai pilihan terbaik yang dimiliki oleh pemerintah. Opsi abolisi juga dapat menjadi solusi terbaik untuk pemerintah dan para aktivis serta ulama yang menjadi korban kriminalisasi.

Abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana dan menghentikan jika telah dijalankan. Hal itu diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU 22/2002.

“Pilihan abolisi adalah pilihan paling baik untuk dilakukan (karena) ini tidak akan mempermalukan siapa-siapa. Polisi juga sudah menjalankan tugasnya,” jelasnya.

Ditambahkan Yusril, opsi abolisi jauh lebih baik ketimbang mengeluarkan SP3. Bagi Yusril, jika pemerintah mengeluarkan SP3 sama artinya dengan mengakui bahwa proses hukum Habib Rizieq dkk, adalah sebuah kesalahan.

“Kalau SP3 polisi kan salah tangkap karena bukti tidak cukup. Kalau abolisi kan polisi bukti sudah cukup dan Presiden punya kebesaran jiwa (dengan) tidak melakukan penuntutan kepada mereka-mereka ini malah mengeluarkan abolisi,” terangnya.

Seperti yang diketahui, upaya rekonsiliasi ini sendiri pertama kali dicetuskan oleh Habib Rizieq pada beberapa waktu lalu. Usulan ini dilontarkannya setelah ia menjadi tersangka dalam kasus chat mesum.

Dalam perkara tersebut, Habib Rizieq menjadi tersangka ketika dirinya bahkan belum sekalipun diperiksa sebagai saksi.

(Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh: