Ratusan nelayan dari berbagai wilayah melakukan aksi penolakan Reklamasi Teluk Jakarta, di Pelabuhan Muara Angke dan di Pulau G, Jakarta Utara, Minggu (17/4/2016). Dalam aksinya mereka menuntut agar seluruh proyek reklamasi di teluk Jakarta dihentikan dan Keppres No. 52 Tahun 1995 dan Perpres 54 Tahun 2008 yang melegitimasi proyek reklamasi dicabut.

Jakarta, Aktual.com — ​​Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), disebut menerapkan standar ganda dalam kebijakan megaproyek pembangunan 17 pulau buatan di pesisir ibukota.

Hal itu, tercermin dari sikapnya mengamini langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel tiga pulau yang digarap PT Kapuk Naga Indah (KNI) dan PT Muara Wisase Samudra (MWS).

“Jika Ahok sepaham dan berkeyakinan reklamasi melanggar, mestinya Pemprov DKI yang memberikan sanksi administratif,” ujar pengamat lingkungan perkotaan, Ubaidillah kepada Aktual.com, Senin (23/5).

Sikap tersebut sepatutnya dilakukan Pemprov DKI, mengingat segala perizinannya, baik prinsip maupun pelaksanaannya, dikeluarkan gubernur.

“Apalagi, Ahok sebelumnya bersikukuh dan membangun opini ke publik, bahwa reklamasi tidak ada masalah dan sepenuhnya menjadi urusan dan wewenang Pemprov DKI,” cibir eks direktur eksekutif Walhi DKI ini.

Ubadilillah menambahkan, penyegelan pulau buatan oleh KLHK itu mencerminkan kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya tersebut melakukan intervensi sesuai Pasal 77 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pasal tersebut berbunyi, “Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.”

Kendati demikian, alumnus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini menanyakan, mengapa KLHK baru melakukan penyegelan pasca-terungkapnya kasus dugaan suap terkait pengesahan dua raperda menyangkut reklamasi.

“Jika tidak karena KPK, apakah KLHK berani intervensi?” tukas Ubadilillah.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka