Konferensi pers yang diadakan kelompok 98 Radikal tentang pelaksanaan Rapat Akbar Bersatu yang rencananya diadakan di Tugu Proklamasi, Jakarta, 7-8 Agustus 2018. AKTUAL/TEUKU WILDAN

Jakarta, Aktual.com – Sekelompok aktivis yang tergabung 98 Radikal akan memprakarsai sebuah forum bernama ‘Rapat Akbar Bersatu’ di Jakarta pada 7-8 Agustus 2018.

Sekretaris SC Rapat Akbar, Edysa Girsang menyatakan, rapat ini digelar untuk mengingatkan masyarakat terhadap segala problematika bangsa Indonesia.

Menurutnya, harus ada pihak yang mendidik masyarakat agar tidak terjebak dalam isu dukung mendukung kandidat tertentu dalam Pilpres 2019 lantaran masih ada persoalan yang lebih mendasar yang harus diselesaikan oleh bangsa ini.

Ekky, sapaan akrab Edysa, menyebut fenomena saling caci maki dan benci di tanah air sebagai salah satu contoh dampak dari hal ini.

“Karena menggunakan idiom tertentu, dianggap intoleran. Ini ada di dua kubu, bukan hanya satu kubu saja,” kata pria yang akrab disapa Ekky ini saat jumpa pers di Jakarta, Minggu (5/8).

Rakyat, katanya, sejatinya telah terpinggirkan sejak beberapa puluhan silam, khususnya saat Soeharto berkuasa. Ekky menilai, pada masa itu, keberpihakan era Orde Baru lebih condong kepada kaum pemodal, alih-alih mengutamakan rakyatnya.

Namun, hal itu masih belum seberapa dibanding dengan era saat ini yang disebutnya justru membuat ketimpangan semakin kentara.

Ia pun menyebut fenomena gizi buruk yang menimpa sebagian masyarakat Kabupaten Asmat, Papua, pada awal tahun. Kasus ini menimbulkan 74 korban jiwa, dua di antaranya meninggal usai dicabutnya status Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh pemerintah pusat pada 5 Februari 2018.

Belum hilang ingatan publik terkait bencana di Kabupaten Asmat, baru-baru ini kejadian serupa juga menimpa suku Mausu Ane di pedalaman Pulau Seram, Maluku. Setidaknya terdapat empat orang meninggal karena bencana kelaparan di wilayah tersebut.

Meskipun jumlah korban jiwa terbilang kecil jika dibandingkan jumlah penduduk masing-masing provinsi itu, Ekky menganggap dua kasus di atas sangat kontras dengan kehidupan masyarakat di berbagai kota besar Indonesia yang ‘dimanja’ dengan makanan yang berlebih.

Hal ini, katanya, belum ditambah dengan adanya sekolompok aktivis yang justru menggunakan uang miliaran rupiah untuk mengadakan acara besar yang hanya digunakan perihal dukung mendukung salah satu kandidat Capres pada beberapa waktu lalu.

“Saat ini kita semakin jauh dari tujuan bangsa sebagaimana yang dikatakan dalam UUD, yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur,” kata mantan pentolan organisasi mahasiswa Front Jakarta itu.

Tidak hanya itu, Ekky juga menyebut beberapa penjualan aset negara yang diikuti dengan olengnya sejumlah perusahaan pelat merah dalam beberapa tahun belakangan.

Kondisi ini pun diperburuk dengan maraknya impor pada banyak komoditas, dimulai barang jadi hingga untuk urusan dapur seperti garam.

“Kita dihadapkan ilusi, seolah-olah tidak ada masalah apa pun. Padahal semua ini merupakan kemunduran peradaban,” sesalnya.

“Kondisi ini membuat saya teringat ucapan Ali Sadikin yang mengatakan ‘berubah atau punah?'” sambung Ekky.

Bersambung ke halaman berikutnya

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan