Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/4). Rapat tersebut membahas RUU Prioritas dan Prolegnas serta evaluasi kinerja dan serapan anggaran triwulan I tahun 2016. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww/16. *** Local Caption ***

Jakarta, Aktual.com — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti diminta menolak tegas reklamasi di pantai utara Jakarta yang dinilai merupakan kawasan strategis nasional sehingga seharusnya menjadi wewenang pemerintah pusat.

“Saya juga sedih ibu (Menteri Susi) mengembalikan (masalah reklamasi) ke kami padahal ‘bola’ sudah kami berikan,” kata Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Kelautan dan Perikanan di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/4).

Dia mengemukakan bahwa DPR merupakan lembaga legislatif yang tugasnya mengawasi, sedangkan pihak yang melaksanakan pemerintahan adalah eksekutif termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron mengingatkan pihaknya telah membuat panitia kerja terkait reklamasi yang rencananya akan terjun mencari data di lapangan pada tanggal 20 April mendatang.

Sedangkan anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono menegaskan proses terkait penghentian reklamasi itu ada di eksekutif dan bila ada hambatan seharusnya bisa berkordinasi dengan institusi yang lain.

Susi menegaskan bahwa persoalan reklamasi di sini adalah KKP tidak bisa melakukan penindakan hukum karena bukan menjadi wewenang dari kementerian yang dipimpinnya.

“Semua rekomendasi (terkait reklamasi) sudah saya sampaikan dalam rapat kabinet dan saya telah sampaikan kepada Presiden (Joko Widodo),” katanya.

Sebagaimana diketahui, salah satu kesimpulan rapat kerja tersebut adalah Komisi IV DPR RI bersepakat dengan pemerintah c.q. KKP untuk menghentikan proses Pembangunan Proyek Reklamasi Pantai Teluk Jakarta dan meminta untuk berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta sampai memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengapresiasi langkah DPRD DKI Jakarta yang memberhentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir yang terkait dengan kontroversi reklamasi pantai ibukota.

“(Pemberhentian pembahasan Raperda Zonasi) adalah hal yang positif dalam rangka memastikan apa yang keliru selama ini jangan sampai lebih dibelokkan,” kata Ketua Umum KNTI M Riza Damanik di Jakarta, Selasa (12/4).

Menurut Riza, pemberhentian tersebut akan memberikan kemudahan serta kelonggaran bagi pihak eksekutif untuk melakukan evaluasi terkait rencana reklamasi di Jakarta.

Ketum KNTI berpendapat, pemberhentian pembahasan raperda itu bakal memberikan kejelasan terkait dengan pelanggaran-pelanggaran konstitusional yang ada sehubungan dengan proyek reklamasi di pantai utara Jakarta.

“Kami sedang berkonsentrasi dalam persidangan di PTUN untuk membatalkan perizinan proyek reklamasi,” katanya.

Dia menyatakan bahwa aktivitas reklamasi yang ada di sejumlah daerah di Indonesia lebih kepada komersialisasi dibandingkan untuk kepentingan publik.

Riza percaya dan meyakini mengenai apa yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menelaah kasus dugaan suap terkait pembahasan raperda.

Sebagaimana diwartakan pada Kamis (31/3), KPK menemukan barang bukti uang senilai Rp1,14 miliar dari total Rp2 miliar yang sudah diberikan Ariesman meski belum diketahui total “commitment fee” yang diterima Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Suap kepada Sanusi diberikan melalui Personal Assistant PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro.

KPK sudah menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan