Mantan Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, saat diskusi Aktual Forum dengan tema Nasib Perusahaan "Plat Merah" Di Bawah Kebijakan Rini Soemarno di Jakarta, Minggu (13/5/18). Perusahaan BUMN seharusnya bisa menjadi pengerak ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Seperti China, dulu BUMN motornya bibarengi swasta, tapi Indonesia terbalik, dengan segala kelebihan yg terjadi, BUMN kita malah jadi faktor yang memperlambat ekonomi, karena jadi alat kekuasaan dan pengelolaannya tidak profesional. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Selama pemerintahan Jokowi, secara umum total aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencapai Rp7.200 triliun. Sedangkan Return on Asset (ROA) 2,7% dan Return on Equity (ROE) mencapai 6,9 %. PT Garuda Indonesia (persero) Tbk merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak di sektor Infrastruktur, Utility dan Transportasi.

Per Januari 2018, sebagai perusahaan terbuka yang melantai di Bursa Efek Indonesia berkode GIAA, Pemerintah mempunyai shareholder saham mencapai 60,54 persen, PT Trans Airways memiliki 25,62 persen dan publik sekitar 13,85 persen. Namun sangat disayangkan, kinerja Garuda masih dari memuaskan. Sepanjang Q-1 2018, Garuda Indonesia masih merugi US$ 64,3 juta atau setara Rp868 miliar (Kurs Rp 13.500).

Ekonom Senior Rizal Ramli menuturkan bahwa jauh sebelum dirinya menjadi Menteri Koordinator Kemaritiman, pernah mengingatkan Presiden Jokowi terkait kinerja keuangan PT Garuda Indonesia. Bahkan kali ini dirinya kembali memberikan solusi terhadap krisis di BUMN maskapai penerbangan Garuda yang merugi antara lain lantaran salah urus dan banyak permainan ‘akrobat’ di dalamnya.

“Sejauh ini BUMN digunakan sebagai alat mobilisasi dana, politik dan bancakan. Presiden Jokowi tetap mempertahankan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN merupakan bagian dari masalah, bukan solusi BUMN. Apalagi dengan kinerjanya yang jeblok,” ujar Rizal yang terkenal dengan ‘Rajawali Ngepret’ di Jakarta.

Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Rini Soemarno (kanan) sebelum memimpin Rapat Terbatas Evaluasi Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Program Prioritas Provinsi Sulawesi Tenggara di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (10/4). Presiden meminta pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara membangun infrastruktur pendukung sektor pertanian seperti Bendungan Ladongi, Bendungan Pelosika serta pembangunan infrastruktur irigasi lain. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/Spt/17

Menurutnya, kasus Garuda Indonesia adalah contoh dari mismanajemen dan ketidakmampuan, ketidakprofesionalan Menteri BUMN, Rini Soemarno. Dirinya menceritakan, pada Juli 2015 Garuda tersandung masalah besar karena pembelian pesawat bombardier dan Air Bus A380 secara ugal-ugalan dan mark up. Selama tiga tahun berturut-turut, Garuda terus mengalami kerugian. Seperti pada 2014, Garuda Indonesia kerugian mencapai USD 399,3 juta. Kemudian tahun 2017 mencapai USD213,4 juta, sedangkan tahun 2018 ini diperkirakan sekitar USD256 juta. Kinerja Keuangan yang buruk tersebut menjelaskan harga saham garuda anjlok dari Rp750 ke Rp250 per saham.

Dalam sebuah korporasi, kerugian yang dialami Garuda tersebut adalah hal biasa. Kerugian bisa saja terjadi akibat adanya hal-hal yang bersifat eksternal maupun internal. Namun, satu hal yang sangat penting adalah perusahaan harus memiliki strategi untuk membalikkan situasi atau turn around strategy. Selain itu, Garuda menuju krisis kebangkrutan terjadi karena Pertama, pengangkatan direksi Garuda tidak berdasarkan kompetensi, bahkan jumlah direksi terlalu banyak. Menurut Rizal Ramli, delapan direksi hanya untuk akomodasi politik.

Kedua, Manajemen tidak berani mengambil keputusan/rescheduling pesawat-pesawat yang tidak diperlukan. Selain itu, Flight & rute manajemen Garuda dinilai payah. Manajemen hanya melakukan pemotongan biaya via crocc cutting, cross the board. Pemotongan anggaran training akan sangat berbahaya bagi perbaikan SDM Garuda. Padahal bisnis penerbangan intinya adalah safety.

“Seharusnya direktur operasi tidak dilebur menjadi direktur produksi,” jelas RR.

Keempat, RR sapaan akrab Rizal Ramli menilai ada permainan atau patgulipat Garuda dalam pembelian logistik. Sistem pengadaan dinilai tidak kompetitif, sehingga harga yang dibeli konsumen kemahalan. selain itu, Rute manajemennya payah. Seharusnya direktur operasi harus dipilih lebih canggih.

Keenam, Strategi marketing Garuda amburadul. Garuda seharusnya menjadi premium airline malah ‘’dicampur’’ dengan strategi low cost carrier, seperti Citylink. Padahal Garuda disegani karena reputasi, safety yang tinggi, dan memiliki kualitas pelayanan terbaik di dunia, dengan cara memberikan terlalu banyak discount dan promo tiket, sehingga brand premium Garuda luntur.

Selanjutnya, page 2: Penambahan Biaya Operasional Semakin Membengkak

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka