Gunung Agung

Karangasem, Aktual.com – Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilyah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ‎(PVMBG), Devy Kamil Syahbana menuturkan, sampel abu erupsi sudah dikumpulkan an telah dikirim ke BPPTKG Yogyakarta. Selain itu, sampel abu letusan Gunung Agung juga dikirim ke Bandung.

“Tujuannya untuk dianalisis kandungan partikel-partikel abunya, apakah terdapat material magma baru (juvenile) atau tidak,” tutur Devy, Sabtu (25/11). ‎Jika dari hasil penelitian abu Gunung Agung mengandung juvenile yang sangat signifikan, maka erupsi pada Selasa 21 November 2017 pukul 17.05 WITA akan bernama freato-magmatik. “Jika juvenile tidak signifikan, maka erupsi kemarin akan bernama freatik,” ujarnya.

Letusan freto-magmatik‎ adalah letusan yang terjadi ketika magma sedang naik kepermukaan dan berhubungan dengan air laut atau air tanah dalam jumlah yang banyak, letusan ini bersifat eksplosif (merusak). Bahan yang dihasilkan sebagian berupa magma segar dan sebagian bahan lama hasil letusan sebelumnya.

Hanya saja, kata Devy, sampai saat ini hipotesis PVMBG terhadap letusan yang terjadi pada Selasa lalu adalah erupsi freatik, karena tidak adanya ramp up (peningkatan) kegempaan vulkanik yang signifikan sebelum terjadinya erupsi.

“Kemungkinan hanya uap magma dengan volume cukup besar yang bergerak naik ke permukaan, lalu berinteraksi dengan reservoir air. Karena tekanan yang dihasilkannya cukup besar, maka kemarin mampu sedikit membuka celah ke permukaan,” jelas Devy.

Menurut Devy, hujan bukanlah pemuci utama terjadinya erupsi freatik. ‎”Hujan bukan pemicu utama erupsi, tapi hanya menambah volume air saja. Kalau memang hujan pemicu erupsi, seharusnya tiap musim hujan banyak gunung yang erupsi,” katanya.

“Perlu diingat, driving-force dari erupsi freatik adalah steam (uap) dari magma yang berinteraksi dengan  air bawah permukaan pada reservoir atau pada sistem hidrothermal,” demikian Devy.
Pewarta : Bobby Andalan

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs