Sejumlah alat berat dioperasikan untuk mengerjakan pembangunan proyek rel dwiganda atau Double-Double Track (DDT) Manggarai-Cikarang, di kawasan Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (3/5/2017). Menteri Perhubungan Menhub Budi Karya Sumadi meminta pengerjaan proyek jalur rel dwiganda atau double-double track dipercepat, untuk mengoptimalkan perjalanan Commuter Line maupun kereta api jarak jauh. AKTUAL/Munzir
Jakarta, Aktual.com – Sejumlah Pemerintah Daerah (Pemda) yang membandel dan tetap memungut Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) terhadap alat berat dianggap melawan hukum, karena Undang-undanga No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Redistribusi Daerah (UU PDRD) payung hukum yang mengatur pajak tersebut telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusional (MK).
Oleh karenanya, Pemda yang tetap bersikukuh memungut PKB dan BBNKB terhadap alat berat dapat dituntut ke pengadilan. Ketua dari tim kuasa hukum dari kubu pemohon yang mengajukan uji materi UU PDRD di MK Ali Nurdin menyatakan, keputusan MK dalam amar putusannya menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.
MK juga menyatakan bahwa Pasal 1 angka 13 sepanjang frasa termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen, Pasal 5 ayat (2) sepanjang frasatermasuk alat-alat berat dan alat-alat besar, Pasal 6 ayat (4) dan Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Itu amar putusan MK, jadi sejak keputusan MK keluar pada 10 Oktober 2017, alat berat tidak dikenai atau dipungut pajaknya,” ujar Ali kepada awak media di Jakarta, Minggu (22/10).
Sebelumnya, MK telah mengabulkan seluruh permohonan uji materi Undang-undang No 21 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) terkait aturan pengelompokan alat berat ke dalam kendaan bermotor. Dalam Putusan Nomor 3/PUU-XIII/2015 tersebut, MK telah mengabulkan permohonan yang diajukan oleh tiga perusahaan kontraktor, yaitu PT Tunas Jaya Pratama, PT Multi Prima Universal dan PT Marga Maju Japan, pada 31 Maret 2016.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan