Peraturan Mahkamah Agung No 13 tahun 2016 - Senjata baru KPK jerat korporasi. (ilustrasi/aktual.com)
Peraturan Mahkamah Agung No 13 tahun 2016 - Senjata baru KPK jerat korporasi. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada berharap Komisi Pemberantasan Korupsi tidak ragu menindak kasus pidana korupsi yang melibatkan korporasi menyusul diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016.

“Dengan diterbitkannya Perma itu, cukup bagi KPK atau penegak hukum lainnya untuk menindak kasus korupsi oleh korporasi,” kata Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenurrohman di Yogyakarta, Senin (16/1).

Menurutnya, selama ini KPK atau penegak hukum lainnya belum memiliki keberanian untuk menindak korupsi oleh korporasi. Belum adanya tata cara pemidanaan bagi korporasi menjadi persoalan utama penindakan kasus terkait.

Dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi, sudah cukup bagi KPK melibat pihak korporasi yang terlibat kasus tindak pidana korupsi.

Dalam Perma yang diterbitkan akhir Desember 2016 itu, lanjut Zaenurrohman, penegak hukum dalam hal ini hakim dapat meminta pertanggungjawaban hukum kepada seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggungjawab korporasi itu.

“Perma itu sebetulnya mengatur internal hakim, sehingga aparat penegak hukum dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tinggal menyesuaikan saja,” kata dia.

Ditekankan pula bahwa kasus korupsi yang melibatkan korporasi perlu mendapatkan perhatian serius, sebab pembentukan korporasi banyak dijadikan wahana untuk pencucian uang.

“Banyak kasus korupsi korporasi yang tidak tersentuh. Seperti dalam kasus Hambalang, Grup Permai seharusnya sangat bisa dijerat tindak pidana korporasi,” demikian Zaenurrohman. (Ant)

Artikel ini ditulis oleh: