Jakarta, Aktual.com – Institut Hijau Indonesia menyoroti penguasaan lahan di Indonesia oleh segelintir pengusaha yang ternyata menyebabkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ketua Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad menegaskan peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut terbesar terjadi pada 2015 tidak lepas dari persoalan penguasa lahan.

“Kebakaran lahan seluas 2,6 juta ha tahu 2015 telan banyak korban. Sekitar 40 juta orang terpapar asap dan 500 ribu di antaranya mengidap penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). BNPB menyebutkan kerugian ekonomi dari kebakaran itu sebesar 221 triliun. Jumlah tersebut di luar perhitungan sektor kesehatan, pendidikan, plasma nutfah, emisi karbon dan lainnya,” kata Chalid secara tertulis, Jumat (1/12)

Dia melanjutkan, kala itu Pemerintah melakukan tindakan korektif atas kesalahan dalam pengelolaan gambut. PP No 57 tahun 2016 yang melengkapi PP 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekositem Gambut pun dibuat.

Implikasi dari tindakan korektif itu adalah kewajiban bagi perusahaan yang telah memiliki izin di lahan Gambut mengubah rencana kerja usaha (RKU). Tujuannya agar lahan gambut tidak lagi terbakar dan rakyat tidak lagi menderita akibat asap kebakaran gambut.

“Tujuan mulia itu diterima oleh sebagian perusahaan namun ditentang oleh PT RAPP dan perusahaan di bawah APRIL Group milik klan Sukanto Tanoto, Mereka tak mau mengubah RKU hingga PT. RAPP mendapat peringatan keras dari KLHK,” ujar Chalid.

Selanjutnya PT RAPP melakukan perlawanan hukum. PT. RAPP mendaftarkan perkara hukum Melawan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui pendaftaran Peradilan Tata Usaha Negara di Jakarta tanggal 16 November 2017. Perusahaan menggunakan Kantor Hukum Zoelva & Partners. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Dr Hamdan Zoelfa menjadi salah seorang kuasa hukumnya.

“Kini kita berharap pada independesi peradilan dan keberanian Pemerintah. Sudah waktunya kewibawaan Negara ditegakkan untuk mengatur dan berani bertindak lebih tegas terhadap perusahaan yang tak patuh. Bagaimanapun, keselamatan jutaan warga negara adalah yang utama. Semoga keadilan terus tegak di bumi ini walau langit runtuh,” pungkas Chalid Muhammad.

 

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh: