Denpasar, Aktual.com – Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Panjaitan menyebut utang pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo meroket tajam dibanding era sebelum-sebelumnya.

“Belum dua tahun Jokowi memerintah, dia terbesar meminjam uang. Jadi, akhirnya utang luar negeri kita terus naik. Bahaya itu,” kata Hinca di Denpasar, Sabtu (28/5).

Namun sayangnya, saat didesak berapa jumlah utang di era Jokowi termasuk berapa besar peningkatannya dibanding presiden terdahulu, Hinca mengaku lupa.

Ia memastikan jika Partai Demokrat telah menghitungnya. “Kita sudah hitung, angka utang Jokowi lebih tinggi dalam dua tahun ini,” katanya.

Sementara pada zaman SBY menjadi Presiden, lanjut dia, Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu justru berhasil menghapuskan utang luar negeri Indonesia pada beberapa lembaga donor internasional.

“Pada zaman SBY sudah hapus dia IMF,” ucap Hinca.

Keberhasilan SBY menghapus utang luar negeri karena tak terlalu jor-joran dalam membangun infrastruktur.

Sementara pada era Jokowi, Presiden yang diusung PDIP itu justru memprioritaskan pembangunan infrastruktur.

“Infrastruktur (pada era SBY) kita tahan pelan, karena berbahaya untuk ekonomi jangka pendek. Jangka panjang memang iya, itupun kalau jalan,” ucapnya.

Ia mencontohkan pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung, yang diperkirakan akan terbengkalai. “Sebagai contoh kereta api cepat di Bandung, mangkrak itu. Masa kita diam saja. Lalu pinjam lagi dari Tiongkok. Investasi lagi disitu, tapi belum jalan juga, tambah bengkak utang kita,” papar dia.

Sebagai partai politik, Hinca merasa Partai Demokrat wajib mengingatkan. Karena itu, Demokrat menyarankan agar tak jor-joran dalam hal pembangunan infrastruktur.

Pada saat yang sama, tax amnesty yang sedang didorong pemerintah juga bukan jalan yang tepat untuk mengisi kekosongan APBN.

“Tax amnesty bukan jalan yang baik untuk menambal APBN. Kami lebih cenderung cut budget untuk pembangunan infrastruktur yang jor-joran itu,” ucapnya.

Apalagi, pembangunan infrastruktur juga harus memenuhi syarat tertentu, misalnya jika pemerintah hendak membangun jalan tol, maka harus ditopang oleh keberadaan industri di dekat tol yang akan dibangun.

“Misal kau bangun jalan tol di Papua dan Kalimantan, kami yakin itu bisa dibangun. Tapi kalau tidak ada industri disitu, untuk apa jalan tol itu dibangun. Kalau jalan tol kita bangun di Bali karena ada yang menggunakannya. Tapi kalau tidak ada industri, mati dia. Masak uang kita taruh di situ sekian tahun tidak balik-balik,” demikian Hinca.

Artikel ini ditulis oleh: