Jakarta, Aktual.com – Sekretaris Jenderal Satyo P mengatakan tugas gubernur adalah pelaksana pembangunan, menjalankan pelayanan dasar dan menyelenggarakan kehidupan sipil berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan secara lebih operasional dan taktis.

Menjadi kepala daerah di ibu kota, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, bukan hanya sekedar melawan oknum anggota DPRD yang korup. Sebab sejatinya itu job-nya penegak hukum, termasuk soal cara penghematan anggaran melalui penggunaan dana-dana sumbangan atau pemanfaatan CSR Korporasi dari pihak swasta.

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menjadi konyol jika melakukan demikian. Terlebih jika terperosok dalam pusaran kasus-kasus korupsi. Misalnya dalam pusaran kasus Rumah Sakit Sumber Waras, kasus izin pulau reklamasi hingga kasus pembelian lahan di Cengkareng dan sebagainya.

“Ahok gagal dalam bidang pembangunan makro, seperti gagal mengatasi banjir dan macet Jakarta, kemiskinan dan pengangguran di Jakarta, masalah iptek dan sosial budaya Jakarta. Tidak ada proyek inovatif kreatif selama Ahok menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI,” kata Satyo kepada Aktual.com, Selasa (19/7).

Jika ada program semacam kesejahteraan jaring sosial dalam bentuk bantuan biaya pendidikan, kesehatan, dan perbaikan infrastruktur perkotaan, program itu merupakan politik anggaran dan memang sudah semestinya dilakukan Ahok.

Kontras dengan prestasi beberapa kepala daerah di berbagai daerah yang menerima penghargaan-penghargaan karena sukses di bidang pertanian, peternakan, pendidikan, ekonomi, lingkungan dan lain-lain.

“Menafsirkan Ahok anti korupsi mungkin asalnya dari propaganda Ahok karena sering teriak-teriak anti korupsi dan menuduh pihak lain sebagai koruptor meski tanpa bukti. Ini dipercaya oleh para Ahokers yang fanatik,” jelas dia.

Prestasi Ahok, lanjut Satyo, tidak seberapa jika dibandingkan sumpah serapah dan tudingan menyalahkan orang lain, menyalahkan anak buahnya sendiri dan tidak pernah mengakui kelemahan kepemimpinannya.

Begitu juga ucapan sarkasme Ahok seperti “Tuhan aja gua lawan”, “ajaran kristen itu konyol”, “orang miskin jangan belagu”, “orang miskin adalah PKI”, “warga Bukit Duri tidak beriman karena buang sampah di sungai” serta “warga Luar batang tidak perlu dikasihani”.

Apa yang dilakukan Ahok selama ini sekedar rutinitas saja dan rutinitas itu tidak lebih baik dari pekerjaan rutinitas ‘seorang penjaga toko kelontong’.

“Bangsa ini sudah terlalu banyak persoalan bukan berarti kita harus memaklumi jika ada seorang Gubernur yang ‘sepertinya benar’ lalu orang seperti ini kita banggakan. Ini adalah situasi ‘Anomali’ disaat kita dahaga kehidupan berbangsa dan bernegara yang teratur, maju, sejahtera, taat hukum dan bisa lebih beradab,” imbuh Satyo.

Ia menambahkan bahwa membangun tidak harus menggusur, memperbaiki tidak harus menyalahkan, kesal tidak harus berkata kasar dan kotor. Satyo menekankan bahwa mencari pemimpin di DKI kedepan tidak harus menerima begitu saja apa yang ada didepan mata.

 

Laporan: Sumitro

Artikel ini ditulis oleh: