Berita paling heboh di Tanah Air dalam seminggu terakhir ini adalah soal insiden robohnya mesin derek (crane) di Masjidil Haram, Makkah, yang menewaskan dan mencederai sejumlah jamaah haji yang sedang melaksanakan ibadah di sana. Berita ini membayangi, untuk tidak dikatakan mengecilkan, berita lain tentang lawatan resmi Presiden RI Joko Widodo ke Timur Tengah.

Tujuan kunjungan kenegaraan itu ke Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Qatar adalah untuk mendorong para investor dari ketiga negara tersebut untuk berinvestasi langsung di Indonesia, khususnya di bidang infrastruktur, maritim, dan energi. Menteri Kabinet Kerja yang mendampingi yakni, Menteri ESDM Sudirman Said, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah Alwi Shihab.

Sebelum keberangkatannya pada Jumat (11 September 2015), Presiden menjelaskan, Arab Saudi merupakan mitra dagang terbesar RI di kawasan Timur Tengah. Uni Emirat Arab adalah tujuan utama ekspor Indonesia ke Timur Tengah. Sedangkan Qatar merupakan penyumbang investasi terbesar, termasuk investasi portofolio, dari negara Timur Tengah ke Indonesia secara kumulatif.

“Kunjungan kenegaraan ini bertujuan mempererat hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah, terutama di bidang kerjasama ekonomi, ketahanan energi, perlindungan WNI, dan kerjasama di bidang industri strategis,” kata Presiden. Jokowi berharap dapat membuka akses yang lebih besar bagi produk Indonesia di pasar Timur Tengah, termasuk untuk produk halal.

Presiden melakukan pertemuan bilateral dengan Raja Salman bin Abdulazis di Jeddah, Arab Saudi; dengan Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, Putra Mahkota UEA, di Abu Dhabi, UEA; dan dengan Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani, Emir Negara Qatar, di Doha, Qatar.

Lewat lawatan ini, Jokowi sekali lagi menunjukkan contoh apa yang telah dicanangkannya kepada para calon duta besar RI, yang akan diposkan di berbagai negara. DPR-RI pertengahan September 2015 ini telah melakukan uji kelayakan dan kepatutan pada 33 calon dubes yang dipilih Presiden Jokowi. Para dubes diharapkan memiliki visi ekonomi dan mampu memberi kontribusi konkret, berupa meningkatnya ekspor produk-produk RI ke negara-negara bersangkutan. Atau, bisa juga, mendorong investasi dari negara-negara bersangkutan ke Indonesia.
Singkatnya, para dubes harus bisa menjadi “salesman” yang baik bagi produk-produk RI di luar negeri. Kepada mereka diberikan target pencapaian yang bervariasi, tergantung pada potensi ekonomi dari negara-negara bersangkutan tempat mereka ditempatkan. Nah, jika para dubes juga dituntut jadi “salesman,” hal serupa juga berlaku bagi Presiden RI. Presiden RI harus sanggup menjadi “salesman” yang baik demi kepentingan nasional, dalam cakupan yang lebih luas.

Dalam upaya meraup investasi, saat ini Indonesia fokus pada pembangunan infrastruktur, terutama di bidang perhubungan dan juga terkait pertanian. Pembangunan infrastruktur yang dicanangkan itu berupa 24 pelabuhan laut, 15 airport baru, jalan tol 1.000 km, jalan antar provinsi 2.600 km, 49 dam, dan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW. “Juga kita kembangkan transportasi massal di 23 kota besar. Tentu, anggaran belanja negara kita tidak cukupi bangun ini. Karena itu kita undang investor terutama dari saudara kami Saudi Arabia,” kata Jokowi ketika di Arab Saudi.

Ketua Kadin Suryo Bambang Sulisto, yang ikut dalam rombongan Presiden, mengatakan, kerja sama perdagangan RI-Saudi masih dapat dikembangkan. “Nilai perdagangan kedua negara mencapai 3 miliar dolar AS, Saudi Arabia surplus 700 juta dolar AS,” kata Suryo.

Selain soal ekonomi, Presiden ternyata juga harus menjadi “marketer” bidang lain, seperti memasarkan konsep keislaman yang damai, sejuk, dan moderat, ala Indonesia. Ini adalah dimensi lain dalam hubungan internasional. Sebagai negara demokrasi dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia tidak ingin menjadi sekadar “konsumen” terhadap wacana dan gagasan keislaman dari luar negeri, khususnya dari Timur Tengah. Sebaliknya, Indonesia juga ingin memberi sumbangsih bagi Dunia Islam, dengan menawarkan konsep Islam rahmatan lil ‘alamin.

Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Iyad Madani telah mendukung gagasan Indonesia, yang ingin menyebarkan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin. Dukungan itu disampaikan Iyad saat bertemu Presiden di Jeddah, 12 September 2015. “Dan di situlah Presiden mengusulkan berdirinya satu contact group dalam OKI yang menyuarakan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin,” ucap Menteri Luar Negeri Retno LP Marsoedi yang mendampingi saat pertemuan.

Usulan Indonesia mendapat respons positif dari perwakilan negara-negara OKI yang datang. Mereka sepakat, negara-negara anggota OKI harus bisa memunculkan wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Sekjen OKI sangat mendukung upaya yang digagas Indonesia ini. Presiden juga menyampaikan apresiasi kepada OKI atas dukungannya.

Ukuran keberhasilan Presiden sebagai “salesman” di bidang non-ekonomi tentu berbeda dengan ekonomi, yang lebih mudah diukur. Dalam bidang ekonomi, perusahaan perminyakan asal Arab Saudi, yaki Saudi Aramco, sudah memastikan akan menanamkan investasi di Indonesia. Yakni, dalam proyek pembangunan kilang pengolahan minyak dan tempat penyimpanan minyak. Nilai investasi total sebesar 10 miliar dollar AS.

Kepastian investasi itu ditegaskan oleh pemimpin Aramco Mohamed bin Salman Abdul Azis al-Saud kepada Presiden Jokowi saat bertemu di Istana Raja Faisal, Jeddah, 13 September 2019 waktu Indonesia. Kita berharap, di masa mendatang para calon duta besar yang akan diangkat sumpahnya, serta berbagai perwakilan RI lainnya di luar negeri, akan semakin giat menjadi “salesman” untuk kepentingan nasional Indonesia. Khususnya, di saat ancaman krisis ekonomi yang membayang saat ini. Semoga!

Jakarta, 19 September 2015

Artikel ini ditulis oleh: