Presiden Joko Widodo (kanan) memukul gong disaksikan Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo (kedua kanan), Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo (tengah), Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Agus Susanto (kedua kiri) dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kiri) saat membuka rapat koordinasi nasional 2018 bertema Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Desa dan Penguatan Padat Karya Tunai dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan di Desa di Jakarta, Senin (14/5/18). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah telah menyalurkan dana desa sebesar Rp187 Triliun ke desa dalam empat tahun. Jumlah tersebut dimulai sejak tahun 2015 sebesar Rp 20 Triliun, tahun 2016 Rp 47 Triliun, tahun 2017 Rp 60 Triliun, dan Tahun 2018 Rp 60 Triliun. Presiden RI, Joko Widodo tak ingin dana tersebut tersedot kembali ke kota.

Ia menegaskan bahwa dana desa harus berputar di desa.

“Artinya, uang itu didorong masuk ke desa supaya perputaran uang ada di desa, di kecamatan, atau maksimal peredaran uang ada di lingkup kabupaten. Agar uang Rp187 Triliun yang tahun depan insyaallah akan kita tingkatkan lagi, jangan sampai tersedot lagi masuk Jakarta,” ujarnya pada Rakornas Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa, Pusat, dan Daerah di Jakarta International Expo, Jakarta, Senin (14/5).

Ia mengatakan, program Padat Karya Tunai (PKT) adalah cara agar dana desa seratus persen berputar di daerah. Dengan begitu, konsumsi masyarakat desa akan meningkat, terciptanya ribuan lapangan pekerjaan, dan mampu membuka pertumbuhan ekonomi di desa.

“Bagaimana caranya? Dalam setiap program misalnya membuat jalan desa, membuat embung desa, membuat irigasi desa, misalnya membutuhkan pasir, beli pasir itu dari desa itu. Kalau nggak ada ke lingkup kecamatan, belinya disitu. Perlu batu, cari di lingkungan desa itu, dari lingkungan kecamatan. Uangnya biar beredar di situ terus, muter-muter terus,” terangnya.

Menurutnya, poin paling penting dalam PKT adalah seratus persen pekerja dana desa harus merupakan warga desa setempat. Pembayaran upah bisa dilakukan per hari atau minimal dibayar per minggu.

“Misalnya di satu desa yang kerja 100 saja, berarti membuka 7,4 juta lapangan pekerjaan di desa. Kalau 200 pekerja setiap desa, berarti membuka 14 juta lapangan pekerjaan di desa,” ungkapnya.

Terkait laporan, lanjutnya, dilakukan dengan format sesederhana mungkin agar tidak menyulitkan aparat desa. Meski demikian, ia tetap meminta aparat desa berhati-hati dalam menggunakan dana desa. Jika dilakukan dengan benar, ia yakin dana desa akan membuka lebar pertumbuhan ekonomi daerah.

“Pembangunan harus merata. Kalau dulu Jawa Sentris, sekarang Indonesia Sentris,” sambungnya.

Kegiatan Rakornas Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa, Pusat dan Daerah tersebut dihadiri oleh 7.200 Kepala Desa terpilih dari 74.957 desa di Indonesia, para pendamping desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Kegiatan tersebut merupakan kerjasama dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan Kementerian Dalam Negeri yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan desa.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby