Pemandangan proyek reklamasi Teluk Jakarta, Jakarta, Sabtu (24/12). Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengatakan reklamasi Teluk Jakarta akan tetap dilanjutkan dengan konsep P4 yaitu 'public', 'private','people' dan 'partnership'. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah perlu segera menghentikan berbagai proyek di berbagai daerah yang dapat berdampak buruk kepada kehidupan di kawasan pesisir, baik kepada masyarakat yang tinggal di sana maupun terhadap kondisi ekosistem yang ada di sana.

“Presiden Joko Widodo sebagai nakhoda republik ini dan diberikan mandat oleh rakyat Indonesia harus berani mengevaluasi, bahkan menghentikan seluruh proyek pembangunan yang berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat pesisir,” kata Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, masyarakat pesisir dapat disebut sebagai pejuang protein bangsa dan penjaga sejati perbatasan negara, serta pelestari ekologi pesisir dan laut nusantara.

Sebelumnya, Susan juga pernah menyatakan bahwa proyek reklamasi tidak cocok untuk bangsa Indonesia yang memiliki daerah sangat luas yang seharusnya lebih dioptimalkan ketimbang mengambil jalan pintas dengan mereklamasi.

“Reklamasi kurang pas bagi bangsa ini, bisa dicek banyak juga lahan yang sebenarnya bisa dimanfaatkan,” katanya dan menambahkan, lebih dari 107.000 keluarga nelayan yang telah merasakan dampak buruk 16 proyek reklamasi.

Selain itu, ujar dia, pertambangan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tersebar di 20 wilayah di Tanah Air juga disebut telah berkontribusi menghilangkan penghidupan warga dan menghancurkan ekologi pesisir.

Sekjen Kiara juga berpendapat agar jangan membandingkan Indonesia dengan Singapura terkait dengan persoalan reklamasi, karena luas Singapura relatif kecil, dan RI memiliki banyak area yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan.

Sementara itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menegaskan aktivitas reklamasi kini kerap digencarkan di sejumlah daerah merupakan bentuk perampasan laut yang mengurangi akses nelayan tradisional terhadap sumber daya laut.

“Proyek reklamasi di 28 titik wilayah pesisir Indonesia sebagai ocean grabbing atau bentuk perampasan laut dari nelayan tradisional oleh para pengusaha yang rakus,” kata Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata.

Menurut dia, melalui dalih untuk membangun wilayah pesisir yang diklaim telah rusak seperti di Teluk Jakarta, pengusaha “rakus” untuk mendapat keuntungan berlipat-lipat dengan proyek yang merusak.

Ia mengingatkan bahwa terdapat kajian yang menyatakan bahwa berbagai proyek reklamasi itu diindikasikan melanggar peraturan prosedur hukum yang ada mulai dari perencanan zonasi, perizinan hingga pelaksanaannya menyangkut kajian lingkungan.

Selain itu, KNTI juga menyesalkan terjadi sejumlah kasus dugaan perampasan tanah di pulau-pulau kecil untuk usaha investasi bisnis pariwisata dan dilakukan dengan cara kriminalisasi terhadap nelayan yang melawan aktivitas tersebut.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: