Jakarta, Aktual.co — Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) angkat bicara terkait meruginya PT Pertamina (Persero) di periode Januari-Februari 2015.

Seperti diberitakan sebelumnya, selama periode tersebut Pertamina mencatatkan kerugian bersih sebesar USD212,3 Juta atau setara dengan Rp2,7 triliun (asumsi Rp13000/USD). Pertamina mengklaim bahwa anjloknya bisnis di sektor hilir yang mencapai USD368 juta merupakan faktor utama meruginya perseroan di Januari dan Februari 2015.

Anggota Tim RTKM Agung Wicaksono menjelaskan, meruginya Pertamina pada periode tersebut tidak bisa disimpulkan bahwa ini sebagai bentuk ketidakefisienan yang berdampak merugikan negara.

“Saya belum melihat angka pastinya, tapi saya kira sih oke, itu kan kerugiannya bukan dari BBM subsidi. Namun belum tentu yang namanya ketidakefisienan selalu soal kerugian negara. Yah yang namanya bisnis pasti ada ruginya,” kata Agung saat ditemui di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (9/4).

Menurutnya, semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam menyimpulkan satu kerugian perseroan sebagai kerugian negara.  Belum tentu kerugian perseroan menjadi kerugian negara.

“Kemarin, BPK mengaudit  ESDM, ada temuan yang katanya kerugian sekian pendapatan dari PBB eksplorasi dan segalanya, seolah mau mengatakan selalu itu ada kerugian negara,” ungkapnya.

Selain itu, dirinya menepis pemikiran-pemikiran yang mengatakan bahwa dengan meruginya Pertamina serta menumpuknya utang perseroan akan berujung pada upaya privatisasi.

“Terlalu berlebihan (privatisasi Pertamina). Menurut saya tidak akan begitu. Terlalu jauhlah,” tegasnya.

Bahkan, pihaknya juga akan berupaya mengawal supaya hal tersebut tidak terjadi.

“Ya, pasti. Pasti (mengawal agar privatiasi tidak terjadi) itu,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka