Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi sedang berbicara dalam diskusi bertema "Jerat Kasus dalam Pusaran Pilkada" yang diinisiasi Center for Indonesian Election (CIE) di Jakarta, Minggu (3/6).

Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Buton Raya mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tunjukkan taringnya dan tidak tebang pilih dalam mengusut berbagai kasus di tanah air khususnya di Sulawesi Tenggara (Sultra).

Pengacara Publik LBH Buton Raya Dedi Feryanto meminta lembaga antirasuah memeriksa Calon Gubernur (Cagub) Sulawasi Tenggara, Ali Mazi, terkait kasus penertiban izin tambang PT Bumi Inti Sulawesi (BIS) di Blok Sorawolio, Kota Bau Bau, Sulawesi Tenggara.

Ali Mazi diketahui menjadi Gubernur Sulawesi Tenggara pada periode 2003-2008. Kasus ini sendiri diduga terjadi pada saat ia menjadi Gubernur kala itu.

“Kami minta KPK segera turun melakukan upaya hukum dengan memeriksa Ali Mazi atas kasus penerbitan izin tambang PT BIS,” tegas Dedi.

Hal itu mengemuka saat diskusi publik bertema ‘Jerat Kasus dalam Pusaran Pilkada’ yang diinisiasi Center for Indonesian Election (CIE) di Omah Kopi Menteng, Jakarta, Minggu (3/6).

Lebih lanjut, Dedi mengakui calon kepala daerah yang sedang mengikuti kontestasi Pilkada Sultra 2018 salah satunya Ali Mazi itu memiliki problem dan menyayangkan kepada pihak penyelenggara masih tetap memberikan ruang yang besar maju sebagai calon Kepala Daerah.

“Harusnya Calon-calon Kepala Daerah yang maju di Sultra memiliki rekam jejak baik dan bersih mengutamakan kepentingan rakyat,” tuturnya.

Dedi menyayangkan kasus yang pernah dilaporkan ke Polda Sultra dari tahun 2011 itu tidak ada respon hasil update perkembangannya. Kata dia, Polda Sultra hanya satu kali memberikan surat balasan yang berisi pengecekan lapangan pada tanggal 30 September 2011, setelah itu sampai pada tahun 2018 dan lima kali pergantian Kapolda Sultra, laporan terebut tidak ada atensi balasan.

Kata dia, selain Ali Mazi yang terlibat dalam kasus tersebut juga ada nama lainnya yang masuk lingkaran hitam penertiban izin PT BIS di Blok Sorawolio seperti temuan diungkapkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kehutanan dan pertambangan sejak 2007-2012 yang melibatkan pejabat pusat dan daerah, diantaranya Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan era rezim SBY.

“Zulkifli Hasan selaku Menteri kehutanan kala itu diduga ikut terlibat. KPK harus panggil Ali Mazi dan Zulkifli Hasan,” pungkasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Ucho Sky Khadafi menyatakan jika dalam kepemimpinan Ali Mazi, terdapat aset pemerintah yang hilang dengan jumlah yang fantastis.

Berdasarkan data biro perlengkapan pada Sekretariat Daerah Provinsi Sultra diumumkan bahwa neraca pada tahun 2007 keseluruhan aset sebesar Rp 1.418.999.222.728. Tapi ketika 31 Desember 2007, penelusuran CBA, daftar rekapitulasi barang Inventaris nilai aset secara keseluruhan hanya sebesar Rp 450.059.502.000.

Jadi dalam satu tahun saja, ditemukan selisih atau kehilangan aset sebesar Rp 968.939.720.728,-. Selisih ini menunjukkan adanya pelanggaran Permendagri No.17 tahun 2007 tentang pengelolaan barang milik daerah.

Itu bukti pengelolaan anggaran dan aset daerah yang tidak profesional. Mestinya itu menjadi tanggung jawab pemimpin yaitu Gubernur.

“Dengan konsekuensi hukum asas equality before the law, semua sama dimuka hukum, tak ada bedanya, maka penegak hukum, dalam hal ini KPK dan Kejaksaan Tinggi, wajib mengusut tuntas temuan tersebut,” jelas Uchok.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan