Menurut YLKI, biro umrah First Travel bukanlah satu-satunya biro atau agensi umrah nakal yang menelantarkan calon jamaahnya. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Alfia Reziani mengaku wacana pembentukan panitia khusus (Pansus) terkait penipuan biro perjalanan (Travel) terhadap ribuan calon jamaah umroh masih akan dibicarakan di internal fraksinya.

Ia memastikan, jika fraksi berlambang kepala banteng tersebut akan fokus mengawal setiap proses kasus tersebut.

“Belum, kita masih di fraksi mau membicarakannya dulu soal Pansus ini, tapi yang pasti mungkin kita akan lebih fokus menangani ini, termasuk fraksi dan ada kemungkinan kita akan membuat rapat gabungan (Rapga di fraksi),” kata Alfia saat berbincang dengan Aktual.com, di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (16/4).

Sebelumnya, inisiasi pembentukan Pansus dalam kasus travel nakal penyedia layanan umroh ini, ketika fraksi PDIP menerima audiensi dari sejumlah korban, diantaranya jamaah korban First Travel.

Dalam kesempatan itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan mengungkapkan perlunya ketegasan terhadap Kemenag soal penipuan travel umrah nakal ini. Tidak hanya TGPF, bahkan ia mengusulkan dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) Travel Umrah alias Travel Gate.

“Kalau Pansus akan bisa lebih jelas pengungkapannya karena melibatkan banyak pihak dan banyak ahli. Saya pribadi akan usulkan dibentuk Pansus Penipuan Travel Umrah,” kata Arteria, Senin (2/4).

Lebih lanjut, anggota dewan dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Tengah V tersebut juga mengaku belum membangun komunikasi politik dengan sejumlah fraksi partai politik lainnya mengenai inisiasi tersebut.

“Belum, ini kita baru mau melakukan itu, dan tentunya saya akan mebicarakan ke fraksi dari hasil rapat komisi VIII dengan Menteri Agama nanti,” paparnya.

Ia juga enggan berandai-andai soal langkah selanjutnya, ketika nanti komunikasi yang dilakukan dengan sejumlah fraksi partai di dewan tidak berjalan mulus artinya tidak ada yang mendukung inisiasi tersebut.

“Nanti kita bicarakan lagi, karena ini belum, tetapi mudah-mudahan masih ada jalan, insyallah (sebelum reses nanti sudah ada gambaran soal Pansus itu sendiri),” ujarnya.

Inisiasi Pansus Upaya Pencitraan 2019

Sekertaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengaku belum mengetahui soal adanya inisiasi yang dilontarkan fraksi PDI Perjuangan untuk membentuk Pansus Travel penipu calon jamaah umroh.

Ia mengaku sikap partai maupun fraksi atas usulan itu, tentu masih harus dilakukan kajian yang mendalam.

“Usulan itu bagus, tentu ini kan (kasus) menyangkut pada nasib para (ribuan) calon jamaah umroh yang menderita akibat tidak bisa berangkat ke Mekkah,” kata Hinca saat berbincang dengan aktual.com, beberapa waktu kemarin, di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (12/4).

“Tapi tentunya kita akan mempelajari dulu, seperti apa pembentukan Pansus tersebut,” tambahnya.

Lebih lanjut, ketika ditanyakan ada kekhawatiran inisiasi Pansus Travel Gate hanya akan menjadi alat pencitraan fraksi partai tertentu jelang Pemilu 2019? Ia menilai jika hal itu tidak akan berdampak bagi partai politik nanti.

“Tidaklah, karena dewan inikan tidak hanya milik satu partai saja, setiap fraksi memiliki prinsip dan pandangannya,” pungkas anggota dewan itu.

Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan Alfia Reziani membantah Ikhwal tudingan pemanfaatan terhadap inisiasi Pansus dalam kepentingan politik 2019 nanti.

“Enggak ada urusannya dengan itu, karena ini hanya menyangkut soal kemanusian saja, apalagi kita di komisi VIII urusanya soal kemanusian,” ujar dia.

“Jadi tidak ada hubungannya dengan tahun politik atau pencitraan, sama sekali tidak, dan kita di fraksi kalau urusannya menyangkut rakyat tentunya kita akan sangat fokus skali,” sebutnya.

DPR Sebut PMA No.8 Tahun 2018 Tak Tuntas Selesaikan Masalah

Ketua Komisi VIII DPR RI, M. Ali Taher mengkritisi terbitnya peraturan menteri agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan umroh. Ia menilai, PMA tidak secara tuntas mengatur standarisasi pelayanan bagi para calon jamaah, melainkan hanya sebatas pada ketentuan nominal harga.

“Meskipun ada PMA No 8 tahun 2018 tentang penyelenggaran umroh, tetapi masih merasa belum tuntas dalam PMA itu terkait standarisasi pelayanan, meskipun sudah ada batasan harga minimum umroh sekarang ini Rp20 juta, tapi Rp20 juta itu apa tidak akan ada persoalan baru,” ucapnya.

“Maka kita ingin mendengarkan lebih dekat dan jelas dari menteri dengan PMA itu sejauh mana implementasinya di lapangan,” tambah dia.

Masih dikatakan Ali, kalau DPR kemudian berkali-kali menyatakan lemahnya pengawasan oleh Kemenag yang menimbulkan persoalan karut-marut penyelenggaraan umroh ini.

Misalnya, sambung politikus PAN itu, kok ada sebuah perusahaan tidak dikasih batas maksimal jumlah kuota, padahal idealnya paling tidak jumlah kuota itu dibatasi 3 hingga 6 bulan kalau di atas itu dievaluasi kembali.

“Jangaan kemudian sampai ada yang mencapai puluhan ribu kuota dibiarkan begitu saja hingga tidak adanya kepastian. Sehingga inilah yang kemudian menimbulkan persoalan terkait tidak ada kepastian dan memunculkan pikiran jahat dari perusahaan tarvel itulah yang kemudian memanfaatkan peluang- peluang dari atauran yang tidak pasti itu,” ungkapnya.

“Maka hari ini kita ingin mmperkokoh kekuatan supaya Menag terus menerus melakukan pengawasan sehingga tidak ada lagi jatuh korban rakyat kita yang ingin berangkat umroh,” pungkas Ali.

Sementara itu, terkait adanya inisiasi Pansus travel, ia mengaku kurang setuju. Alasannya, proses dari pembentukan Pansus hingga akhir memakan waktu yang cukup lama.

“Saya kira Pansus itu lebih lama, maka yang paling mungkin adalah membentuk Satgas pemerintah dengan melibatkan stackholder terkait misalnya Kemag, Kumham, kemudian imigrasi, Kemenlu, itu semua diperlukan, dengan di bawah kendali presiden dengan diberikan syok terapi dengan melakukan pembenahan ke dalam nantinya,” kata Ali, “Sikap pemerintah yang ditunggu,”.

DPR Bersama Menag Rapat Bersama Bahas Travel Umroh

Komisi VIII DPR RI menggelar rapat kerja (Raker) bersama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin terkait soal penipuan biro perjalanan umrah, Senin (16/4) malam.

Dalam rapat yang berlangsung kurang lebih 3,5 jam menghasilkan empat poin kesimpulan yang disepakati Kementerian Agama.

Pada poin pertama, Komisi VIII DPR RI telah mendapat penjelasan dari Menteri Agama RI mengenai kebijakan penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah dan memandang masih diperlukan pembahasan lebih lanjut.

“Komisi VIII DPR RI mendesak Menteri Agama RI untuk menyampaikan standard operating procedure (SOP) serta data maupun dokumen yang terkait pengawasan terhadap penyelenggara perjalanan ibadah umrah secara kronologis dua tahun terakhir,” ucap Ali.

Masih disampaikan Ali, komisi memandang perlu mendalami Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah.

“Komisi VIII DPR memandang perlu untuk dilakukan audit kinerja pengawasan umrah pada Kementerian Agama RI oleh BPK RI,” tutur politikus PAN itu.

 

Oleh: Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang